TERUSIK KRITIK

175 44 24
                                    

Salah satu teman penulis nge-chat gini.

[Aku nggak mau mengkritik tulisan. Kalau nggak suka sama sebuah karya, kutinggalkan saja tanpa berkomentar.]

Menurut kamu gimana?

Saya paham banget kenapa teman saya bilang begini di chat. Simply karena dia menghindari keributan. Sudah dari sananya manusia menyukai pujian ketimbang kritik. Sebab itulah di mana-mana banyak penjilat bermulut manis yang jago mengambil hati atasan.

Pujian adalah candu. Coba deh kamu tonton video ini. Ada juga sih di atas saya taruh.


Waktu saya gabung ke sebuah grup kepenulisan, ada program babat karya yang intinya suruh baca karya teman kita terus suruh memberi kritikan. Adminnya bilang gini, "Kalau mengkritik tuh yang sopan, usahakan jangan menyinggung."

Jujur, saya berpendapat lain. Sampaikanlah kritik dengan cara menohok agar orang yang kamu kritik memperbaiki kesalahan.

Tapi karena di grup itu banyak yang sepertinya baperan, maka saya pun jadi batal mengkritik. Saya puji aja lah daripada ribut. Saya juga nggak mau dituding menjadi penyebab seseorang bunuh diri. Ya mana tahu kan ada Penulis yang mentalnya lemah terus bunuh diri karena kritikan saya. Saya nggak suka drama. Biar aja lah tulisan dia tetap begitu. Salah sendiri kan jadi orang baperan.

Sebab, justru karena tidak dikritik, maka tulisan seorang Penulis pemula tidak mengalami kemajuan. Dia berkutat pada kesalahan yang sama. Pembacanya nggak nambah.

Ada teman saya yang dikritik lalu ngambek, katanya mau berhenti nulis.

WHAT THE FUCK?!

Kenapa mental Anda oncom sekali? Lembek, benyek, dan kurang protein.

Ada teman saya juga takut mempublikasikan tulisan karena sadar banyak kekurangan.

LAGI-LAGI SAYA MAU BILANG: WHAT THE FUCK?!

Kalau sadar banyak kekurangan tuh, perbaiki, lalu publish. Biarin aja pembaca mengkritik.

"Tapi Kak, aku merasa ter-bully. Orang yang bully aku jahat. Artis Korea banyak yang di-bully sampai bunuh diri."

Gini Temans, banyak orang pernah dirisak. Elon Musk pun pernah, tapi dia nggak bunuh diri dan sekarang jadi manusia terkaya di bumi dengan segudang penemuan. Kenapa bisa gitu?

Yang menyebabkan orang bunuh diri bukanlah bully-an, tapi cara mereka menghadapi bully-an. Kalau mental kamu mental korban, maka kamu beneran akan jadi korban selamanya, kamu akan gagal dan menderita sampai mati.

Tapi kalau mental kamu mental pejuang, maka seberapa keras pun orang menginjak kamu, kamu akan bangkit lagi. Justru menjadikan kritikan sebagai alat untuk mengoreksi kekurangan.

Ada cerita yang saya lupa pernah baca di mana. Intinya gini:

Panglima perang salah satu kerajaan China menghadapi musuh yang menghujani pasukannya dengan anak panah tanpa ampun. Anak buah sang panglima China kocar-kacir menghindari serbuan anak panah.

Panglima pun memerintahkan agar disediakan karung berisi pasir. Anak panah musuh yang ditembakkan pun menancap di karung pasir, lalu oleh pasukan si panglima China, anak-anak panah itu dicabuti lalu digunakan untuk menyerang balik musuh.

Pesan moral dari cerita ini bisa kita terapkan untuk menghadapi kritik. Anggaplah kritik sebagai anak panah. Kumpulkan sebagaimana pasukan China menampung dengan karung pasir. Serang balik pengritik kita dengan prestasi. Misalnya dengan semakin banyak pembaca dan cuan kita.

Stop menangisi diri sendiri.
Stop mengasihani diri.
Stop cengeng dan bermental oncom.

Kamu bandingkan deh penderitaan kamu yang cuma dikritik beberapa orang karena tulisan jelek, dengan Jokowi yang dikritik satu Indonesia.

Terus kamu mau jawab, "Tapi aku bukan Jokowi."

Benar sekali. Makanya Jokowi jadi presiden, sedangkan kamu tetap tenggelam dalam luka dalam dan nggak jadi apa-apa.

Write Without FearWhere stories live. Discover now