KENAPA KITA SUKA DRAMA KOREA?

156 37 24
                                    

Drama Korea semakin melejit saja dari tahun ke tahun. OTT seperti Netflix, Viu, Video menayangkan K-drama yang lama-lama, sebutlah Descendants of the Sun meskipun series itu sudah tayang tahun 2016 dan tetap saja banyak yang nonton. Formula kesuksesan drakor bisa kita contek untuk novel kita. Gimana caranya? Yuk kita bahas.

1. ALUR CERITA YANG FRESH

Saya belakangan lagi menonton cuplikan Mr. Queen. Ide dan jalan ceritanya beneran nggak terduga. Ada yang nonton?

Ide cerita drakor bermacam-macam. Romance pun yang terkenal sebagai genre paling membosankan karena endingnya tertebak, bisa dibikin beda sampai kita ternganga. Contoh paling klasik adalah Descendants of the Sun.

Kenapa ya sinetron kita nggak mengangkat profesi tentara? Padahal tentara kita keren lho. Saya nonton video latihannya di YouTube, beneran wow.

Mungkin dipikir kalau film tentang TNI tuh harus serius ya, padahal nggak. Bisa bikin adegan humor kok.

Dibandingkan sinetron Indonesia yang profesinya itu lagi itu lagi, drakor jelas lebih bervariasi. Bahkan katanya sinetron I***** C**** yang mirip drakor pun menurut saya nggak ada mirip-miripnya. Sorry to say, nonton 2 episode saja sudah mules.

Untuk cerita kita, bisa banget kok meniru drakor. Misalnya mau nulis genre romance, gabungkan dengan pekerjaan atau politik. Dan pekerjaannya jangan office romance doang yang kerjanya dalam gedung ya. Misalnya mengulik pekerjaan bank. Akan menarik bila mengambil cerita debt collector yang suka maksa debitur buat bayar utang. Ini bakal banyak turun ke lapangan jadinya nggak membosankan itu lagi itu lagi.

Lucu juga sih, padahal Indonesia kan luas ya. Jauh lebih luas daripada Korea. Budayanya banyak. Pastinya banyak juga yang bisa dijadikan bahan sinetron. Saya nggak habis pikir kenapa production house nggak menggali?

2. RISET YANG MATANG

Ada yang nonton Hospital Playlist? Kehidupan para dokter tergambar dengan baik. Adegan yang melibatkan rumah sakit pun nggak berlebihan. Bukan kayak sinetron Indonesia ya, keserempet doang tapi pas di rumah sakit dibalut satu kepala sampai kayak head band Naruto Uzumaki.

Belum lama ada sinetron yang viral, ibu-ibu koma di RS, begitu anak dan bapaknya Tiktokan jadi sadar.

Ya Tuhan, penonton juga nggak bodoh lah. Sama seperti pembaca kita, nggak sebodoh itu untuk tahu kejanggalan dalam novel.

Aplikasi membaca kesayangan emak-emak saja, saya perhatikan penghasilan penulisnya mulai turun. Saya belum bisa memastikan penyebabnya, tapi dugaan sementara adalah pembaca mulai jenuh. Ya nggak heran sih kualitas sebagian besar ceritanya mirip sinetron. Riset minim, istri digambarkan tersiksa, perempuan digambarkan bodoh.

Makanya saya selalu menekankan riset, riset, riset. Sumber informasi sekarang bertebaran loh.

3. ADEGAN DAN DIALOG YANG MEMORABLE

Banyak banget adegan Squid game yang saya ingat. Dalam scene permainan mugunghwa kkoci pieot seumnida itu, adegan pemain pertama yang tertembak karena bergerak saja, nggak bisa pergi dari ingatan saya. Lalu adegan ketika Ali memegangi Seung Gi-hun agar tidak jatuh.

Saat adegan dalgona, saya nggak bisa lupa ketika Seung Gi hun menjilati dalgonanya supaya lembek dan gampang dipisahkan.

Di The K2, adegan Kim Je Ha menyelamatkan Choi Yo Jin ini sangat memorable. Bahkan kata-katanya Kim Je Ha saya jadikan quotes favorit.

"Tegakkan punggungmu, angkat kepalamu, musuh-musuhmu mengawasimu."

Bagaimana dengan adegan dan dialog sinetron Indonesia? Adakah yang membekas di benak saya? Well, sejauh ini nggak ada. Apalagi saya sudah 15 tahun menjauhi sinetron.

Ibarat air kobokan, sinetron itu airnya udah butek, tapi terus diaduk-aduk. Bahkan saya nggak merasa terhibur saat nonton, malah stres karena begitu banyak hal di luar nalar.

4. SINEAS DRAKOR TIDAK MEMENTINGKAN UANG SEMATA

Umumnya episode drakor terbatas 16 episode. Ada yang sampai 50 episode meskipun jarang. Berbeda dengan sinetron Indonesia yang sampai ratusan bahkan ribuan episode. Tukang Bubur Naik Haji contohnya, mencapai 2000 lebih episode. Memaksakan cerita sekalipun tukang buburnya sudah meninggal.

Ada fenomena di kalangan Penulis yang sekarang mirip banget dengan sineas sinetron, yakni memperpanjang episode demi cuan. Memberi banyak extra part atas desakan pembaca atau mengulur-ulur bab.

Salah nggak sih seperti itu?

Ya nggak sih. Saya juga beberapa kali melakukannya. Saya suka duit dan mata duitan, sama kayak pembuat sinetron Indonesia. 😆😆😆😆😆

Tapi seenggaknya bab saya nggak sampai ratusan. Sejauh ini cerita yang saya tulis mentok di bab 80 aja, dulu Devils Inside versi Wattpad. Tapi di Cabaca saya pangkas jadi 38 bab saja. Dulu di Wattpad saya buat panjang karena masih penulis pemula, jadi bingung gimana cara menyelesaikan cerita supaya nggak kelihatan terburu-buru.

Saya pernah menjabarkan, kesuksesan dipengaruhi timing seperti Squid Game. Tetapi, kalau mau nama kita sebagai Penulis dikenang lama, resepnya tetap satu: kualitas.

Penulis yang namanya harum sampai sekarang salah satunya adalah George Orwell. Kenapa bisa gitu? Sebab novel dan cerita yang ditulisnya memang berkualitas. Ibarat beli snack, isinya bukan angin doang.

Untuk Novelis Indonesia, Pramoedya Ananta Toer jelas juaranya. Novelnya seperti Bumi Manusia, Gadis Pantai, sanggup bikin saya merenung.

Lalu ada Multatuli, penulis Max Havelaar. Multatuli bukan novelis murni. Dia adalah asisten residen Lebak. Melalui karyanya yang idealis, kita akan mengenangnya.

So, cinta uang itu boleh asal jangan gila, sampai mengorbankan idealisme kita.

💋💋 💋

Gimana menurut Temans?

Yang mau nambahin, silakan langsung ke kolom komentar.

Kira-kira, bisa nggak ya kita meniru drakor dalam tulisan kita?

Write Without FearWhere stories live. Discover now