SELALU ADA RISIKO

141 34 17
                                    

Waktu saya menulis Devils Inside, pembaca saya ada yang bilang, "Jangan-jangan penulisnya Elena."

Waktu saya nulis menulis Koentjoep Lajoe yang kemudian ganti judul menjadi Budak Nafsu Penjajah, ada lagi pembaca saya yang bilang, "Jangan-jangan yang nulis ini titisan arwah Sumarah."

Di Cabaca ada dua naskah saya yang bertemakan pelakor, yaitu Selingkuhan CEO dan Sexy Lingerie. Kita simak ya komentarnya:

Ada lagi waktu itu yang tanya, "Ini bukan pengalaman pribadi penulisnya kan?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ada lagi waktu itu yang tanya, "Ini bukan pengalaman pribadi penulisnya kan?"

Tepok jidat lah saya. 😭😭😭😭😭

Duh jangan sampai lah saya merebut suami orang.

Pada bab ini saya cuma mau berbagi bahwa kita akan diberikan label sesuai apa yang kita tulis.

Sebagai contoh begini, salah seorang Penulis yang fokus pada genre religi Islami suatu hari dihujat karena tulisannya tidak mencerminkan wanita muslimah yang taat dan patuh.

So ya, mungkin kamu mikir kalau nulis yang baik-baik tanpa adegan syur atau bahasa vulgar maka hidupmu akan aman, tenteram, jauh dari hujatan. Hohoho... Anda salah, Kawan. Justru hidupmu akan semakin berat dan melelahkan karena kamu harus mempertahankan citra penulis baik-baik. Sekali saja kamu khilaf atau terpeleset, maka hujatan yang mampir bakal bikin kamu nangis kalau nggak kuat.

Teman saya waktu mengajukan naskah gore ditolak dengan alasan, "Yang nulis seperti ini pasti ada masalah dengan otaknya."

Kalau kamu nulis horor, siap-siap saja bakal dicap sebagai anak indigo.

Padahal nih ya, tulisan itu nggak selalu menggambarkan karakter penulis. Nggak selalu menggambarkan kehidupan penulis pula. Gimana bikin tulisan yang serasa nyata dan seolah itu adalah pengalaman kita? RISET.

Satu hal yang paling saya suka dari menulis adalah riset. Mengulik apa pun untuk kepentingan cerita agar terasa nyata. Tentu saja ada risikonya juga. Ya seperti yang saya sebutkan di atas tadi.

Tapi, kalau kita terlalu mikirin kata-kata orang terus kapan kita maju? Yang ada kita jalan di tempat terus kan?

Apakah kamu punya pengalaman serupa? Gimana cara kamu menghadapi label tersebut? Berbagilah di kolom komentar.

Write Without FearWhere stories live. Discover now