NOVEL CETAK vs NOVEL PLATFORM

172 29 7
                                    

⚠ DISCLAIMER: Tulisan saya buat berdasarkan pengamatan pribadi, bukan dengan metode riset

Sebelum kita bahas perbedaan antara novel cetak (terutama mayor) dengan novel platform, yuk kita baca petikan pendapat dari Mbak Arumi E.

Sebelum kita bahas perbedaan antara novel cetak (terutama mayor) dengan novel platform, yuk kita baca petikan pendapat dari Mbak Arumi E

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saya sudah pernah bahas ini di postingan sebelumnya mengenai perkembangan zaman dan disrupsi yang mau nggak mau dirasakan juga oleh dunia perbukuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saya sudah pernah bahas ini di postingan sebelumnya mengenai perkembangan zaman dan disrupsi yang mau nggak mau dirasakan juga oleh dunia perbukuan. Meskipun demikian, masih banyak penulis gen Y, Z, bahkan Alpha yang ngebet banget terbit cetak di penerbit mayor.

Saya jadi kepikiran buat nulis beberapa hal mengenai novel cetak dan platform.

Tiga novel saya terbit cetak yakni Devils Inside (self published tanpa penerbit), Kids Zaman Now (kolaborasi, terbit di bawah bendera penerbit indie WWG PUBLISHER) dan Business Fat Girl (Dolce Media). Meskipun saya belum pernah mencicipi terbit mayor, tapi sejak kecil saya adalah pembaca setia novel terbitan Gramedia dan Bentang Pustaka. Beranjak dewasa dan mengenal platform, saya merasakan banget bedanya novel cetak mayor dan platform. Apa itu? Yuk kita bahas.

1. DIKSI

A. Novel Cetak Mayor

Banyak banget penerbit mayor yang menerbitkan novel sastra dengan diksi penuh metafora. Contoh yang melekat di benak saya adalah Anak Bajang Menggiring Angin karya Romo Sindhunata, SJ. Entah karena beliau adalah seorang pastor yang belajar filsafat atau memang seleranya begitu, novel-novelnya dipenuhi diksi indah kalau dibaca versi cetaknya. Saya menemukan hal sejenis pada novel karya Romo Mangun dan Andrea Hirata. Entah generasi sekarang menganggapnya indah atau malah bikin otak kusut?

B. Novel Platform

Kebanyakan novel platform yang saya baca menggunakan diksi yang lebih praktis. Kosa kata yang dipakai cenderung monoton dan diulang-ulang. Pada novel erotis, percumbuan dan persetubuhan diceritakan gamblang tanpa sungkan menyebutkan nama alat vital.

Mana yang lebih baik?

Semua balik lagi kepada selera pembaca. Manusia mengalami perkembangan dan perubahan. Yang jelas, kalau kamu mau mendapatkan banyak pembaca di platform, hempas jauh-jauh pelajaran sastra Indonesia. Jangan coba-coba menulis dengan gaya sastrawan jadul.

Kenapa sih diksi yang digunakan harus beda? Karena novel cetak menggunakan media kertas, sementara novel platform menggunakan media ponsel yang radiasinya menyakitkan mata. Pembaca cepat lelah jika dipaksa menelan diksi yang berbunga, penuh metafora, dan tidak to the point.

2. PERKENALAN TOKOH

A. Novel Cetak Mayor

Kalau membaca novel mayor era sebelum platform merajalela, kita bakal disuguhi perkenalan tokoh mulai dari masa kecilnya, karakternya, mainannya, makanannya, sampai hal sekecil-kecilnya. Baca deh To Kill a Mockingbird karya Harper Lee. Di awal, kita bakal disuguhi kehidupan si tokoh utama dengan rinci bahkan sampai pembantu, ayah, dan tetangganya.

Pada novel legal thriller karya John Grisham, kita bakal menemukan detil seperti waktu, tempat, kejadian dan tanda-tanda kecil.

B. Novel Platform

Perkenalan lebih 'seperlunya'. Saya amati, penulis platform yang menceritakan karakter orang kaya, misalnya CEO, cenderung menceritakan kemewahannya saja. Belum pernah saya temukan penulis platform yang mengupas secara rinci mengenai rapat dewan direksi.

Bagaimana dengan novel yang tokohnya pengacara?
Lagi-lagi saya mau curhat mengenai penulis platform dunia oranye yang jelas mengandalkan riset Google karena sosok pengacara yang dia gambarkan terasa seperti bukan pengacara. Tingkahnya barbar, omongannya nggak bermutu, perkara yang ditangani juga tidak diriset dengan baik.

Eh, tapi ada kok penulis platform yang rajin riset karena nggak mau menyesatkan pembaca meski jumlahnya mungkin sedikit ya.

Mana yang lebih baik?

Tergantung apa yang pembaca cari. Kalau cuma cari novel romance dan profesinya kelihatan keren (cuma kelihatan ya, bukan keren beneran), baca saja novel platform yang penulisnya malas riset.

Tapi, kalau pengen membaca sesuatu yang nggak menyesatkan, tentu harus baca karya penulis yang mau riset dong. Kayak saya misalnya, riset kedokteran di Pertalian Cinta. Jangan lupa mampir.

3. KONFLIK

A. Novel Cetak Mayor
Pada novel mayor, konflik biasanya disajikan di tengah. Hampir semua saya baca begitu, terutama karya penulis lama. Misalnya Laut Bercerita, Aroma Karsa, bahkan Laskar Pelangi itu saya nggak nemu konfliknya.

B. Novel Platform

Pembaca novel platform adalah pembaca yang mudah bosan. Kalau di awal belum kelihatan potensi konflik, novel kita bakal langsung ditinggal pembaca. Makanya, banyak penulis mayor kesulitan saat terjun ke platform karena bingung gimana cara menaruh konflik sejak awal.

Mana yang lebih baik?

Bahkan sekarang, penerbit mayor pun melamar novel platform lho, yang konfliknya ditaruh di awal. Cuan adalah segalanya kan? Makanya, kamu yang ngambil kuliah jurusan sastra Indonesia, bilangin deh sama dosennya biar lebih update.

Teman saya yang masuk jurusan Sasindo curhat nih bahwa dosennya masih memegang aturan lama mengenai penulisan novel, yaitu harus perkenalan, konflik, resolusi. Bahkan dosennya menekankan untuk menembus penerbit mayor, penulis harus nulis cerita yang bagus terus kirim deh ke penerbit lalu tunggu kabar. Basi kali lah. Ini cara jadul yang berlaku sebelum tahun 2010
Ketawa miris saya tuh jadinya. Penerbit mayor juga butuh duit. Idealisme nggak bisa mengenyangkan perut lapar karyawan atau bayar tagihan PLN. Karya bagus buat apa kalau nggak ada yang beli? Plis lah dosen bahasa, segera tobat biar mahasiswanya nggak tersesat.

Segini dulu dari saya. Kalau ada yang mau nambahin apa bedanya novel cetak dan novel platform, komen di bawah.










Write Without FearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang