CARI CUAN TIDAK INSTAN

356 58 30
                                    

ALERT!  CHAPTER INI MENGANDUNG CURHAT.

💋 💋 💋

Pernahkah kamu merasa, "Kok tulisanku sepi banget pembacanya ya?"

"Kok cerita sebelah gitu doang bisa dibaca M-M-an bahkan jadi novel dan film ya?"

"Menulis nggak ada hasilnya, udahlah berhenti aja."

Saya gabung dengan beberapa grup menulis dan menemukan keluhan senada. Pesimis dan merasa tulisan ampas.

Berhubung batin saya terusik kalau cuma dengerin curhat saja, makanya saya ingin mencoba menawarkan solusi.

Pertama

Kamu kaji ulang apa tujuanmu menulis. Ada orang yang menulis untuk:

1. Self healing
2. Menghibur orang
3. Mengisi waktu luang
4. Memberikan pencerahan
5. Berbagi pengalaman
6. Cari uang

Perumpamaannya tuh gini kalau untuk penyanyi.

Si Agni, hobi menyanyi. Tiap hari selalu mendendangkan lagu setiap kali mandi atau lagi dandan sebelum sekolah. Pulang sekolah, si Ani les pelajaran sekolah di Zenius. Cita-citanya mau masuk Teknik Mesin ITB.

Beda dengan Agnes. Menyanyi adalah obsesinya. Setiap pagi dia olahraga kardio untuk melatih pernapasan. Pagi sampai sore dia bersekolah di sekolah yang sama dengan Agni. Pulang sekolah, Agnes berlatih vokal didampingi guru yang sudah memenangkan kompetisi Indonesian Idol. Pada akhir pekan, Agnes biasanya mengikuti perlombaan menyanyi. Dulu dia kalah, sekarang dia minimal juara II. Agnes ingin menjadi penyanyi go international seperti Anggun.

Dari contoh di atas, siapa yang kira-kira akan berhasil menjadi penyanyi?

Kamu sudah tahu jawabannya.

Bagaimana dengan menulis?

Alia punya hobi menulis. Dia menulis kalau waktu sedang luang. Itu juga kalau sempat. Kadang waktunya tersita untuk fangirling sama BTS sampai nggak sempat menulis. Tugas sekolah juga menumpuk. Makanya Alia sering hiatus.

Lain Alia, lain pula Ara. Setiap hari dia meluangkan waktu untuk menulis minimal satu jam. Pulang sekolah, dia les pelajaran dan mengerjakan PR. Semua kesibukannya sebagai pelajar baru selesai pukul 11 malam. Namun, Ara meluangkan waktu sampai pukul 12 untuk menyusun alur, plot, dan penokohan. Besoknya saat di angkot menuju sekolah, Ara menulis satu bab di Wattpad berdasarkan alur dan plot yang semalam dia susun. Itu dilakukannya setiap hari.

Udah tahu kira-kira siapa yang bakal jadi penulis dengan banyak pembaca dan kemungkinan dipinang penerbit?

Makanya, kamu wajib tetapkan tujuan kamu dalam menulis. Kalau kamu nulis buat iseng doang, EBI acakadut, plot hole segambreng, diksi membosankan, nggak mau mikir alur biar greget, gimana pembaca mau baca ceritamu?

Kalau tujuanmu menulis memang untuk mencari uang, bukan yang lain, maka cara yang harus kamu lalui tentunya berbeda dengan yang menulis buat iseng, hobi, atau hanya berbagi pengalaman.

Kalau kamu mau tulisan banyak yang baca, maka kamu wajib mempertimbangkan selera pembaca. Pembaca tuh suka nggak sih kalau cerita dibuka dengan adegan bangun pagi? Pembaca suka nggak sih kalau tanda baca berantakan? Pembaca suka nggak kalau ceritanya monoton?

Percuma kita ngiklan di mana-mana, promo di mana-mana kalau cerita kita memang nggak bikin betah. Saya pernah nonton webinar seorang pengusaha lumayan sukses. Saya lupa Denny Santoso atau Rico Huang narasumbernya, intinya gini, "Kalau kamu ngejar kucing, maka si kucing bakal kabur. Kalau kamu mau si kucing mendekat, bawakan ikan."

Kalau mau pembaca datang, bukan dengan mengejar-ngejar atau meneror mereka, melainkan dengan kasih dulu apa yang mereka mau.

CARI CUAN TUH NGGAK INSTAN, KAWAN.

Kedua

Banyak penulis atau teman penulis bilang gini untuk menghibur, "Udahlah nulis aja. Nanti juga ada yang baca. Setiap karya pasti ada yang baca."

Ya betul sih. Tapi pola pikir seperti ini nggak cocok diterapkan kalau kamu mau menghasilkan uang dari menulis.

Coba kita bayangin deh, kita ganti menulis dengan memasak, kalau saya nih masak Nasi goreng, saya kasih air sampai benyek. Terus ibu saya makan. Pas nyicipin sebenernya mau bilang, "Ini bukan nasi goreng, tapi bubur goreng." Cuma karena nggak enak hati akhirnya bilang, "Udahlah masak aja. Nanti juga ada yang makan. Setiap masakan pasti ada yang makan."

Apa yang terjadi? Selamanya saya bakal terjerumus dalam kesalahan yang sama. Ya bener juga sih, setiap masakan akan ada yang makan. Cuma kan nggak jamin yang makan manusia atau kucing atau malah kucing pun nggak doyan dan akhirnya dimakan semut.

Nasihat yang menentramkan hati belum tentu nasihat yang baik.

Makanya, perlu banget tetapkan tujuan kamu, masak itu buat apa dan buat siapa? Kalau buat dimakan sendiri, pasti beda dong dengan buat kalau dijual. Mungkin kalau buat sendiri, pakai nasi kemarin aja, kalau buat dijual pakai nasi baru.

Nah begitu juga dengan tulisan. Pasti beda tulisan kita tuh tujuannya buat dibaca sendiri atau dibaca orang lain dan dijual.

Ketiga

Banyak yang mikir menulis tuh nggak akan menghasilkan uang. Saya udah bahas di bab sebelumnya. Untuk menjadi akuntan, kita perlu sekolah dari SD sampai lulus Fakultas Ekonomi. Itu pun kalau kerja, fresh graduated tanpa pengalaman, digaji pas UMR saja udah bagus. Banyak fresh graduated yang digaji di bawah UMR.

Orang tua kita nggak mikir pengorbanan selama minimal 16 tahun sekolah hanya dihargai segitu. Bangun pagi, mandi pagi, menembus lalu lintas macet, belajar banyak hal di sekolah yang belum tentu terpakai semua, mengerjakan PR, di-bully guru dan teman, bayar bimbel, dan pengorbanan lain dianggap wajar aja sama orang tua dengan hasil di masa depan yang belum tentu sepadan.

Sedangkan untuk menulis 3 jam aja sehari, orang tua sering nggak membolehkan. Padahal kemungkinannya bisa jadi uang. Kalaupun menulis cuma menghasilkan uang senilai quota internet, kenapa kecewa? Bukankah pengorbanannya nggak sebesar pendidikan akademi?

Kalau dibilang menulis nggak menghasilkan, beberapa hari yang lalu saya habis ikut sharing WA bersama penulis yang bisa gajian minimal 10.000 dollar setiap bulan dari menulis saja. Wow nggak tuh?

Saya sendiri meski belum dapat uang segitu tetap bersyukur. Setidaknya royalty menulis saya bisa buat beli cilok sama gerobaknya.

Keempat

Banyak yang 'jijik' dengan penulis mata duitan.

Mata duitan nggak salah kalau nggak keterlaluan. Misalnya sebuah novel dijual Rp. 100.000, itu masih wajar. Kalau dijual Rp. 1 juta sebiji, nah itu baru kurang ajar.

Lagipula, mana ada orang nggak butuh duit di dunia ini? Kamu sekolah juga tujuannya agar di masa depan bisa cari duit kan? Jujur aja deh.

So, kenapa kalau profesi lain misalnya teller bank boleh mendapatkan gaji dari jerih payahnya, kok penulis yang menjual tulisannya dibilang menjijikkan?

Ada pembaca yang keberatan untuk beli koin atau membayar, lalu bertanya, "Buat apa sih pakai beli koin segala?"

Hadeh.... Mikir aja sendiri deh, Cuk!

Kamu nonton Netflix aja bayar, nggak keberatan. Kenapa baca tulisan berbayar kok keberatan?

Kelima

Promosi penting, tapi yang lebih penting adalah isi tulisan kita. Dan, sekali lagi, MENCARI CUAN ITU NGGAK INSTAN.

📖 📖 📖

Sharing pengalaman menulis kamu di kolom komen. Pahit manis atau udah dapat cuankah?




Write Without FearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang