KENAPA TOKOHKU SAMA SEMUA

344 56 26
                                    

Pernah nggak Temans baca novel karya satu penulis, tokoh di novel A kayaknya sama dengan di novel B, cuma ganti nama dan pekerjaan saja tapi sifatnya sama.

Ada nih satu penulis yang saya ikuti beberapa karyanya, hampir semua karakter perempuannya itu:

1. Perawan atau tidak melakukan seks pranikah.

2. Judes atau ketus.

3. Cantik tapi nggak merasa cantik.

Pekerjaannya sih beda-beda ya, pernah jadi dokter, karyawan kantoran, bahkan bos, tapi saya kok merasa sebenernya tokohnya sama saja hanya ganti nama dan pekerjaan.

TOKOH DALAM CERITA ADALAH REPRESENTASI PENULISNYA

Seorang penulis senior pernah bilang bahwa tokoh dalam novel sebenernya mewakili karakter penulisnya. Apakah kamu setuju?

Memang ada sih yang begitu. Konon katanya watak Hermione Granger mirip JK. Rowling dan Bella Swan adalah versi lebih baik dari Stephenie Meyer.

Masuk akal sih, sebab menciptakan tokoh itu tidak mudah. Penulis harus benar-benar 'masuk' ke dalam tokoh sehingga tokoh seolah nyata dan sungguh hidup. Paling mudah ya memasukkan unsur karakter diri sendiri kan.

Bisa juga karena penulis punya idealisme tertentu, misalnya mau memperkenalkan konsep pacaran tanpa seks atau menyisipkan pesan moral yakni perempuan harus menjaga keperawanan sebelum menikah. Ya sah-sah saja.

Sangking kuatnya stereotipe bahwa tokoh dalam cerita mewakili penulisnya, saya sering dituduh gitu sama pembaca.

Waktu saya bikin adegan ena-ena Elena dan Randu, pembaca menuduh Elena adalah saya.

Waktu saya menulis Koentjoep Lajoe alias Budak Nafsu Penjajah, pembaca menuduh saya adalah titisan roh Sumarah.

Saat saya menulis Sexy Lingerie, ada lagi pembaca yang menyangka jangan-jangan itu adalah pengalaman pribadi saya selaku penulis.

Lucu kan? Padahal watak tokoh di cerita saya itu beda semua. Masa iya saya berkepribadian ganda? 😌

Padahal, nggak semua penulis begitu. Saya pribadi maunya bikin karakter yang beda-beda biar nggak bosan.

TERJEBAK MANISNYA CUAN

Terkadang, jika novel yang satu laris manis di pasaran, penulis tergiur meneruskan kesuksesan yang sama. Namanya juga dapat cuan kan. Akibatnya, penulis jadi takut menggali, takut bikin tokoh yang menggebrak karena takut novelnya nggak laris lagi, takut mengecewakan pembaca sehingga nanti meninggalkan dia, dan segudang ketakutan lain.

Apakah salah? Ya nggak juga.

TAKUT HUJATAN

Tahu kan betapa barbarnya netizen Indonesia? Bahkan akun All England saja bisa hilang loh.

Saya termasuk penulis yang diprotes pembaca. Setelah baca Sexy Lingerie mereka nggak mau baca cerita lain karena trauma. Ya gimana dong, saya bikin pelakor yang keren, wanita karir, cantik, pekerja keras, dan sukses sementara si istri sah adalah ibu rumah tangga yang seharian di rumah menunggu suami pulang. Saya dibilang memihak pelakor.

Sungguh lucu. Padahal di kehidupan nyata, banyak pelakor yang seperti Cassandra van den Heuvel. Krisdayanti contohnya, sukses, cantik, dan smart, sekarang malah jadi anggota DPR. Ada lagi tuh Nisa Sabyan yang lagi hangat-hangatnya. Cantik, kaya, sukses, berbakat.

Masalahnya pembaca kita sudah dijejali sinetron azab yang menggambarkan pelakor itu cuma pengangguran, ongkang-ongkang kaki, gila duit. Kenyataannya di dunia nyata banyak tipe pelakor dan banyak pelakor berjaya sementara istri sah terlunta-lunta.

Contohnya Camilla Parker, berhasil menggaet Pangeran Charles sementara Putri Diana malah bercerai dan meninggal dalam kecelakaan.

Makanya Temans, untuk menciptakan tokoh yang berbeda memang sebuah tantangan. Banyak penulis yang nggak siap dihujat, makanya bikin protagonis selalu baik banget, nggak ada jeleknya. Bahkan ditindas pun tidak melawan.

GIMANA BIAR TOKOH NOVEL KITA NGGAK SAMA SEMUA?

1. Peka Terhadap Sekitar

Manusia itu nggak ada yang 100% baik dan 100% jahat. Seorang Adolf Hitler yang bertanggung jawab atas pembantaian 6 juta orang Yahudi pun melakukannya demi kemakmuran bangsa Jerman dan Eropa. Hitler ingin seluruh Eropa bersatu dengan ras yang sama, budaya yang sama, murni tanpa campuran ras lain.

Maka, jika Temans ingin membuat tokoh yang berbeda, peka terhadap sekitar itu wajib. Perhatikan deh sisi positif dan negatif seseorang. Misalnya, orang yang suka ghibah biasanya dia perhatian, jago bersosialisasi, loyalitas tinggi pada teman,  juga jago menghibur.

Sebaliknya, orang yang nggak pernah gibahin orang biasanya cuek, kalau diminta dukung temannya belum tentu mau, introvert, teman sakit pun dia nggak peduli. Biasanya yang nggak pernah ngegibah ini jadi bahan gunjingan para tukang gibah lantaran sifat cueknya.

Ada lagi misalnya orang yang religius, ibadah nggak pernah putus, orangnya santun, tapi sisi gelapnya ternyata dia suka menghakimi, nggak mau berteman sama orang yang dianggap berdosa, pilih-pilih teman, dan arogan terselubung.

Karakter semacam ini menarik banget kalau dihidupkan menjadi sebuah karakter novel. Jadi nggak ada tuh karakter macam malaikat yang putih bersih, ramah tamah, baik budi bahasa, pintar. Aduh, nggak ada lah orang sesempurna itu.

2. Riset

Iya kan, saya selalu menekankan pentingnya riset. Orang yang pekerjaannya TNI pasti beda karakter dengan yang kerjanya kurir JNE. Karakter dokter anak pasti beda dengan insinyur yang kerja di rig di tengah laut.

Orang yang tinggal di Jakarta, pasti beda karakter dengan yang tinggal di Lembah Baliem.

Orang yang beragama Katolik, pasti karakternya beda dengan yang beragama Protestan.

Riset-riset semacam ini penting banget untuk bikin cerita kita jadi berwarna.

3. Tidak Perlu Memikirkan Kata Orang

Tokohmu dihujat karena pelakor cantik, cerdas, mandiri, dan sukses?

Bodo amat, abaikan.

Tokohmu dihujat karena kelihatan alim tapi datang ke kosan cowok terus ngajak ena-ena?

Bodo amat, abaikan.

Tokohmu dihujat karena kelewat polos dan nggak bisa melawan saat dipaksa bos melayani nafsu bejatnya?

Bodo amat, abaikan.

Kadang kita perlu menerapkan ajaran dalam buku Seni untuk Bersikap Bodo Amat biar urusan lancar.

Dicoba-coba aja, Temans. Kalau punya resep atau trik lain gimana biar nggak terjebak dalam tokoh yang sama, bagikan di kolom komen.







Write Without FearWo Geschichten leben. Entdecke jetzt