PERLUKAH KITA MEMBASMI PEMBAJAK BUKU?

153 30 14
                                    

Semingguan ini saya lihat snap IG penerbit dan penulis heboh dengan pernyataan perangi pembajak. Sebenernya dari dulu, penerbit sudah bekerja sama dengan polisi mencoba membasmi pembajak. Apakah berhasil? Tentu saja tidak.

Sekarang, para pembajak buku memanfaatkan media sosial dan market place buat dagang sehingga mudah dilacak. Beberapa hari yang lalu, saya menemukan sebuah perkumpulan yang lumayan galak pada pembajak bahkan sampai melakukan somasi.

Sebelum kita bahas lebih jauh, saya mau tanya dulu, menurut temans, perlukah membasmi pembajak e-book atau buku cetak dan apa alasannya?

KITA TIDAK AKAN PERNAH BISA MEMBASMI PEMBAJAKAN

Jika seseorang berdagang e-book sebagai mata pencaharian, maka sangat mustahil membasminya. Kenapa? Karena kalaupun dia diancam dan ditutup hari ini, dia akan mencari cara untuk melakukannya lagi besok-besok. Terutama jika penghasilannya menggiurkan.

Mungkin saya akan bandingkan penjual e-book bajakan dengan pelacur atau PSK. Dulu, di Jakarta ada lokalisasi PSK yang namanya Kramat Tunggak. Penjaja seks berkumpul dengan pencari layanan seks. Kemudian pada 31 Desember 1999 lokalisasi itu ditutup. Tidak diperbolehkan lagi orang jual kenikmatan dan membeli. Apakah bisnis pelacuran menghilang? Oh, tentu tidak dong. Selama masih ada demand (permintaan) maka supply (pasokan) akan terus mengalir. Pelacuran tidak menghilang, hanya berubah cara pemasaran. Di Instagram pun tidak ada jasa pelacuran terang-terangan, tetapi toh mereka nggak kekurangan akal untuk menjual dagangan.

Lalu kita bahas narkoba. Ancaman hukumannya jelas. Pengedar bahkan bisa diancam hukuman mati. Tapi apakah peredaran narkoba menghilang? Sama seperti PSK, tidak sama sekali malah makin banyak jenisnya.

Dari fakta-fakta di atas, kita balik lagi ke soal penjualan e-book / buku bajakan. Menurut kamu apakah hal ini akan bisa dibasmi tuntas? Kamu bisa jawab sendiri.

RENDAHNYA TINGKAT LITERASI INDONESIA

Saya comot berita di atas dari situs resmi Kominfo

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Saya comot berita di atas dari situs resmi Kominfo. Jadi bukan saya karang sendiri.

Tingkat literasi masyarakat Indonesia sangat rendah. Jika ada orang punya duit Rp. 100 ribu, dia bakal milih beli rokok atau beli kuota internet dibandingkan beli buku.

Saya sempat jalan-jalan ke lapaknya teman saya yang ceritanya dijadikan paid stories. Banyak membaca yang ngomel waktu tahu cerita kesayangannya jadi berbayar, bahkan bilang mau berhenti baca.

See?

Kebanyakan orang Indonesia memang bermental miskin dan gratisan. Makanya Wattpad dulu rame kan? Karena menyediakan bacaan gratis.

Apakah dengan melarang e-book bajakan maka kita berpikir penjualan e-book resmi akan meningkat drastis? Kalau hal itu dilakukan di negara yang minat bacanya tinggi, mungkin saja berhasil. Pembaca akan beralih kepada e-book legal berharga mahal. Tetapi di negara yang seperti Indonesia di mana orang-orangnya nggak terlalu suka membaca, apa kamu yakin mereka bakal beralih beli e-book legal yang mahal? Coba kamu pikirkan baik-baik.

Kalau memang nggak rela buku kita dibajak, maka usahakan nggak jualan e-book. Jualan buku cetak aja sebab risiko dibajaknya lebih kecil. Hanya penulis super terkenal yang buku cetaknya dibajak.

PENJUALAN E-BOOK ILEGAL SESUNGGUHNYA DAPAT MEMBANTU PENULIS LEBIH TERKENAL

Begini, penulis terkenal di Wattpad, sebutlah Erisca Febriani bisa punya banyak fans awalnya karena apa? Karena dia menyebarkan karyanya secara GRATIS di Wattpad.

Kita berandai-andai deh, misalnya dulu Erisca Febriani langsung jualan buku dengan harga mahal, mungkinkah dia langsung punya banyak fans sebanyak ini?

Mungkin kamu mau jawab, "Mungkin aja kok, Kak. Itu Tere Liye nggak dari Wattpad juga terkenal."

Kamu mungkin lupa, di toko buku pinggiran seperti di Senen atau Kwitang, banyak banget buku bajakan Tere Liye dengan harga sepertiga harga resmi. Coba kalau nggak ada buku bajakan, mungkin nama Tere Liye nggak akan seterkenal sekarang mengingat harga buku cetak yang selangit.

Saya mau kasih contoh penyanyi deh, Black Pink. Saya nggak pernah beli sebiji pun lagu mereka. Saya juga bukan fans Black Pink, tetapi saya tahu lagu-lagu mereka. Kok bisa? Sebab semuanya saya denger gratisan di YouTube. Misalnya suatu hari YouTube ditutup pemerintah Indonesia lalu saya nggak bisa denger lagu Black Pink gratis, apakah saya bakal beli lagunya? Ya tidak lah. Mendingan saya cari hiburan lain yang gratis.

Makanya, sesungguhnya jika mau melihat sisi positif dari maraknya e-book maupun buku bajakan, sebetulnya kita bisa menganggap pembajakan sebagai sarana promosi. Sama seperti Wattpad, nggak semua penulis dapat bayaran kan di sini? Padahal di Wattpad ada iklannya. Apa kita kecipratan duitnya? Saya nggak sih. Tapi kita ikhlas aja tuh nulis tanpa dibayar. Karena kita yakin dengan nulis gratisan, maka kita sedang mengumpulkan pembaca yang nantinya akan menyebarkan karya kita ke temannya, lalu ke temannya lagi, lalu ke temannya lagi.

Gimana menurutmu? Share dong pendapat kamu.




Write Without FearOnde histórias criam vida. Descubra agora