Part 118 : Akhir Cerita

495 22 27
                                    

Di pagi hari menjelang siang, Han Xin melompat turun dari kuda dan di sambut oleh beberapa penjaga gerbang utama yang mengambil alih tunggangannya itu. Seperti biasa, Han Xin selalu mengenakan kostum militer yang menandakan bahwa dia adalah seorang pejabat tinggi negara ketika memasuki istana.

Pagi tadi, Han Xin menerima perintah dari Permaisuri Lü yang menyuruhnya datang menghadap. Han Xin tidak tahu kapan Permaisuri Lü kembali tetapi dia yakin kepulangannya berkaitan dengan Lü Le. Perempuan itu tidak akan berdiam diri membiarkan sepupunya mendekam di balik jeruji. Han Xin pun sudah siap jika Permaisuri Lü mengkronfontasinya karena telah menyeret Lü Le ke dalam penjara.

Begitu menapaki jalan besar uang menghubungkan gerbang utama dengan area depan istana, Han Xin melihat banyak prajurit yang berjaga di sepanjang jalur.

Semakin lama berjalan, semakin banyak prajurit yang terlihat lalu lalang berpatroli. Han Xin merasakan gelagat aneh seraya menjelingkan mata ke kiri dan ke kanan. Pengawalan istana lebih ketat dari biasanya. Ada apa ini?

Han Xin tetap tenang melangkahkan kaki menuju aula utama. Selama ini dia sudah melewati sekian banyak pertempuran sengit di medan perang yang meletakkan dirinya di antara hidup dan mati, lantas apalah yang perlu ditakutkan dari seorang perempuan yang berada di balik Kaisar Gaozu.

Ketika sudah sampai di tempat tujuan, Han Xin pun berjalan masuk tanpa ragu-ragu. Yang pertama dilihatnya adalah Zhi er yang duduk di kursi sebelah kanan singgasana yang kosong. Tatapan perempuan itu tajam mengintimidasi sepanjang Han Xin berjalan mendekat di antara prajurit-prajurit yang berbaris lengkap dengan senjata pedang di tangan mereka. Han Xin curiga. Firasatnya mulai tidak enak.

"Hormat kepada Yang Mulia Permaisuri Lü" serunya membungkukkan badan.

"Ada apa Yang Mulia memanggilku menghadap?" Han Xin mengangkat kepala, sudut bibirnya berkedut memperhatikan Zhi er yang sedang hamil tua.

Penampilannya dalam balutan seragam kebesaran seorang permaisuri beserta mahkota phoenix yang bertengger di kepalanya seolah ingin mengatakan bahwa dia lah yang berkuasa di istana ini.

"Han Xin...." Zhi er menjeda, ia tersenyum miring, "Kau masih tetap saja menunjukkan kesinisanmu kepadaku di saat ajal sudah berada di hadapan matamu,"

"Apa maksud anda?" Han Xin tersentak, terlihat raut bingung bercampur marah di wajahnya. Apa-apaan ini?

Zhi er mengerjapkan mata dengan santai lalu berkata, "Kau berkomplot dengan Peng Yue dan Ying Bu untuk merencanakan kudeta. Apakah kau mengakui dosamu?"

"Omong kosong! Itu adalah fitnah. Aku mengabdikan seumur hidupku berjuang untuk Kekaisaran Han dan setia melayani Paduka Kaisar. Tidak pernah sekalipun terpikir olehku untuk merencanakan kudeta yang anda sebut itu," Han Xin mengelak tegas. Dirinya seperti tersambar petir di siang bolong, tiba-tiba saja Permaisuri Lü menuduhnya berniat kudeta.

"Baiklah... Kau tidak mengakuinya. Itu wajar. Sejujurnya aku juga tidak membutuhkan pengakuanmu. Sebelum kau berhasil melakukannya, hari ini dan disini, aku lah yang akan mengakhirimu," cetus Zhi er menyeringai.

Tanpa aba-aba, para prajurit yang berbaris di halaman aula menghunuskan senjata ke arah Han Xin. Suasana aula berubah menjadi tegang. Han Xin baru sadar dirinya telah jatuh ke dalam perangkap maut Permaisuri Lü. Dia datang seorang diri tanpa persiapan apa-apa.

Tentu saja Han Xin tidak akan menyerah begitu saja diciduk oleh suruhan Zhi er. Dia segera beraksi memperlihatkan kepiawaiannya dalam bertarung. Dengan mudah dia merebut sebilah pedang dari seorang prajurit.

"Aku adalah jenderal besar sekaligus orang kepercayaan Paduka Kaisar Gaozu. Siapa yang berani menyentuhku?" Teriak Han Xin penuh murka kepada prajurit-prajurit yang lancang bersiap ingin menyergapnya.

Love, Tears & DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang