Part 50 : Kepulangan sang Ratu

1.5K 114 40
                                    







Kemelut kebencian terbungkus dendam bertabur kisi-kisi percikan api kemarahan membentuk sebuah perpecahan menyambut sebuah diskriminasi kehidupan dalam penghapusan peradaban.

Peperangan adalah jawaban dari ketiadaan kebenaran sebagai satu-satunya hal yang mampu menyatukan manusia dari beragam bangsa. Dengan cara saling mengadu kekuatan, menggaungkan suara menderam sebengis mungkin saling menggertak satu sama lain.

Dunia di era sebelum masehi penuh dengan konspirasi dimana peperangan, pertempuran, pembantaian dan pengkhianatan adalah sebuah kebudayaan. Tak ada yang bisa menduga kapan semua hal buruk akan terjadi kecuali selalu berwaspada demi menyambung hidup mengumpulkan kekuatan sebisa mungkin untuk menaklukkan yang lain demi menjadi yang terkuat.

Nyawa seolah tidak lagi berarti sama sekali, pedang adalah cara manusia berinteraksi di saat sudah tidak sejalan dan keinginan saling membunuh seakan-akan sudah menjadi sebuah kegemaran.

Dalam sesaat kesatuan beberapa kerajaan kecil terpecahkan akibat dari kekacauan pertemuan yang diharapkan mampu membuat sebuah poros untuk melawan keagungan Kekaisaran Qin namun malah berujung kepada sebuah keretakan.




Keceriaan hilang di telan kebrutalan yang mengalir ke dalam darah, rasa sakit menyiksa hingga ke tulang sumsum dan dahaga dalam pikiran, kebersamaan ikut musnah akibat aksi desertir segelintir orang yang haus akan materi hingga tercipta sebuah alasan kuat mengobarkan perang saudara.


Penghuni Kota Shangjing geger saat berita pertempuran di puri kediaman Pangeran Xing Zhong tersebar keluar bagai angin topan yang bertiup ke seluruh penjuru menyampaikan kabar buruk itu.

Puri mahligai yang tadinya adalah sebuah tempat permai yang bagai surga duniawi dengan segala kemegahannya kini menjelma menjadi layaknya sebuah neraka jahanam, tempat manusia saling membantai hanya karena sebuah keserakahan semata.

Pedang dan tombak berlumuran darah kental lintang pukang memenuhi semua sudut menimpa mayat-mayat para serdadu di biarkan bergelimpangan di hampir seluruh koridor Wangfu, ada yang tergeletak di halaman depan gerbang utama yang bentuknya kini sudah hancur lebur di dobrak segerombolan serdadu dari Chu dan Han.

Seluruh bagian kediaman Pangeran Xiang Zhong bertabur pemandangan mayat dalam bentuk mengerikan. Ada yang kepalanya putus dari badan berbaring kaku di atas tumpukan salju yang mulai mencair di bawah terpaan cahaya kehangatan mentari.
Ada pula yang putus kaki dan tangan sekujur badan bersimbah darah tanpa nafas kehidupan lagi berserakan di aula tempat dimana perundingan di laksanakan.
Situasi di kediaman itu sungguh terlalu sulit untuk di deskripsikan dengan kata-kata lagi, tidak ada arti kedamaian lagi di sana.

Sang surya yang saat itu semakin menghangat perlahan-lahan melumerkan es salju di seluruh halaman Wangfu namun sebuah keangkeran tercipta. Darah yang membeku bersama salju ikut mencair dan seluruh penjuru halaman memerah, menimbulkan bau amis yang benar-benar memuakkan hidung persis sebuah ladang penjagal hewan ternak.

Jendral Yu beserta seluruh pasukan elitnya berhasil di tumpas oleh para pasukan gabungan dari beberapa negara yang menyelamatkan para penguasa negeri. Pria dari klan Yu itu mati mengenaskan dengan cara di penggal dan yang lebih tragis lagi adalah tubuhnya yang masih memuncratkan darah segar dari leher yang putus itu di gantung di alun-alun Kota Shangjing beserta seluruh pengikutnya mati di tangan Liu Bang dan Xiang Yu yang bersatu menghajar serdadu itu yang mereka sebut dengan pengkhianat bangsat.

Love, Tears & DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang