Part 102 : Taktik

955 77 40
                                    

Song : Miracle In The Middle Of My Heart

Para hamba memasuki ruang makan paviliun timur menyajikan berbagai menu sehat sarapan pagi untuk Zhi er dan Jian Ying yang sudah duduk berdampingan. Mei Ting sigap membantu hamba-hamba menata hidangan diatas meja bulat itu lalu mulai menyendok bubur ke dalam dua mangkok.

Tap... Tap.... Tap!!!

"Jian Ying... Jian Ying... ayooo kita pergi sekolah bersama-sama!!!"

Suara seorang bocah memecah kelengangan, Zhi er dan Jian Ying serta Mei Ting mengangkat kepala melihat Ru Yi yang sudah rapi berlari masuk menenteng sebuah ransel di punggung.

"Ru Yi, mengapa kau awal sekali hari ini? Aku bahkan baru mulai mau sarapan,"
Seru Jian Ying terlonjak girang melihat kehadiran adik kesayangannya itu.

Kegirangan Jian Ying lenyap saat bocah itu menjeling sang ibunda yang menatap Ru Yi tak suka.

Jian Ying menggeleng kecil pada Ru Yi memberinya kode agar tidak berbicara lagi sebelum sang ibunda memberi respons. Alhasil Ru Yi mematung di ambang pintu, menatap kecut semua orang yang meniliknya dengan wajah sulit dibaca terutama Zhi er yang melempar raut dingin dan Mei Ting yang mendeliknya tajam. Ru Yi terkelu.

"Ma____maaf, ibunda Permaisuri!!! Ma___maksud saya, Pangeran Mahkota!!!" Ralat Ru Yi gugup terbata-bata. Ru Yi baru teringat jika Zhi er pernah memarahinya saat itu karena memanggil Jian Ying dengan nama. Tiba-tiba Ru Yi takut sekali jika Zhi er akan memberinya hukuman atas kelancangannya.

Ru Yi menyorot Jian Ying, berharap kakaknya tersebut bisa melakukan sesuatu untuk menolongnya. Diam-diam, Jian Ying menggerakkan bibir menyuruh Ru Yi untuk segera bersujud.

"Ru Yi memberi hormat pada ibunda Permaisuri dan Pangeran Mahkota,"
Beruntung Ru Yi yang pintar bisa menangkap gerak bibir Jian Ying dengan baik.

Kepelikan merajalela di ruang makan itu. Ru Yi bahkan tak berani bergeming sama sekali sebelum ada perintah untuk bangkit.

"Ibunda... cepat suruh Ru Yi bangkit!"
Ujar Jian Ying dengan berani.
Zhi er memutar mata ke arah Jian Ying mendapati putranya itu menatap dirinya penuh harap. Hubungan persaudaraan Jian Ying dan Ru Yi begitu baik, wajar jika Jian Ying sangat peduli pada adiknya. Saking pedulinya Jian Ying bahkan tidak tega membiarkan Ru Yi bersujud lama-lama.

Jian Ying-ah... Jian Ying! Bocah itu sungguh terlalu polos menganggap anak dari musuh sebagai orang dekat. Kalau begini terus-menerus, bukan tidak mungkin kelak Jian Ying akan dirugikan oleh kepolosannya itu.

Zhi er termenung sesaat, berpikir keras bagaimana seharusnya dirinya menyikapi dua pangeran ini. Jujur saja, Zhi er sangat berat hati melihat putranya terlalu condong kepada Ru Yi tetapi sebagai ibunda Jian Ying, Zhi er tahu jelas Jian Ying itu tak hanya polos namun juga setiakawan dan bersolidaritas tinggi terhadap sesama.

Zhi er mulai menimbang kritis. Bagaimana ini? Memperlihatkan ketidaksukaannya secara terang-terangan terhadap Ru Yi apalagi menentang kedekatan mereka bisa jadi bumerang bagi Zhi er.

"Ibundaaaaa...." Jian Ying mencolek bahu Zhi er, menggoyang-goyang kecil, "Mengapa anda malah termenung? Ru Yi sudah bersujud lama. Kasihan!!!" Lirih Jian Ying.

Lamunan Zhi er buyar dalam sesaat. Ia pun kembali memfokuskan diri.

"Ru Yi...Bangunlah dan duduk bersama sarapan bersama ibunda dan kakakmu!!!"

Love, Tears & DesireHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin