Chapter 2. Jadi Budak, atau..

23.9K 1.1K 16
                                    

note : cerita ini tidak menggambarkan suasana lapas/penjara yang sesungguhnya dan hanya berdasarkan karangan author, mohon kebijakannya readers 🙏🏻

***

"Boleh minta tolong?"

Tania menelan ludahnya. Ia menatap Marcel dengan ragu. Bahkan dari celah jeruji besi, Tania dapat merasakan aura mencekam yang dipancarkan oleh laki-laki itu.

"M-minta tolong apa?" tanya Tania akhirnya.

"Mau pinjem hp," ucap Marcel.

Tania mengernyit. "Pinjem hp? tahanan gak boleh pake handphone selama di dalam sel," tutur Tania, mengingat peraturan yang berada disini.

"Peraturan itu gak berlaku untuk napi yang baru dipindah ke sini, saya harus hubungin keluarga saya, ngabarin kalo saya udah sampe di sel ini."

Tania yang mendengar itu mengerjap. Benarkah? Tania belum mengetahui banyak tentang napi pindahan, tapi kalau dipikir-pikir, masuk akal juga kan? batin Tania lugu.

"Y-yaudah, tapi sebentar aja," ucap Tania akhirnya, sambil mengeluarkan ponselnya dari kantung.

Marcel mengangguk. Iapun menerima ponsel itu dan mulai menggunakannya di balik jeruji.

Tania berdiri disana dengan gelisah. Bagaimana jika napi ini berniat menipunya??

"Udah belum?? cepet," ucap Tania yang mulai panik.

Marcel masih fokus dengan ponsel itu selama beberapa saat ke depan, hingga akhirnya ia mengembalikannya pada Tania.

"Makasih, Tania," ucap Marcel, tersenyum.

Tania menelan ludahnya. Ia buru-buru menerima ponsel itu dari tangan Marcel dan memasukannya ke dalam kantung. Untung saja laki-laki ini tidak mencuri ponselnya.

Tak lama, para sipir yang tadi pergi akhirnya kembali ke ruangan sel. Taniapun kembali ke meja kerjanya.

Seperti rencananya, ia akan fokus pada pekerjaan di meja saja, ia tidak mau berurusan dengan para napi, apalagi yang bernama Marcel.

***

Jam makan siang akhirnya tiba. Saat ini para napi sedang diarahkan untuk makan bersama di ruangan khusus.

Tidak semua napi melakukannya, hanya dari sel-sel tertntu saja sesuai jadwalnya.

Sebab setelah selesai makan siang, mereka akan langsung di arahkan untuk melakukan pekerjaan lain, seperti bersih-bersih maupun angkat-angkat barang.

Saat ini,Marcel dan ketiga napi dari sel nomor 19 sudah berjalan ke ruang khusus makan. Ruangan ini mirip seperti kantin di sekolahan, bedanya ruangannya tertutup dan ada penjaga dimana-mana.

Marcel langsung mengantri makanan bersama yang lainnya. Sedari tadi, ia dapat merasakan tatapan para napi dari sel lain yang sudah berada di ruangan. Mereka pasti begitu asing melihat wajah Marcel.

"Woy sel 19! ada anggota baru??"

Ketiga napi yang mengantri di belakang Marcel kini menengok. Mereka juga banyak menarik perhatian karena plester dan perban di wajah mereka.

"Iya," jawab salah satu dari mereka.

"Asik.. suruh ngenalin diri dulu dong!"

Marcel menengok sedikit. Ia melihat laki-laki yang berucap, duduk di salah satu meja yang ada di ruangan. Ia terlihat belum terlalu tua,namun gayanya seperti preman penguasa. Ditambah beberapa pria lain yang duduk bersamanya.

"Siapa?" tanya Marcel pada ketiga bawahannya.

"I-tu bang Toni bos, dia penguasa disini, paling ditakutin."

I'm in Love with a VillainWhere stories live. Discover now