Chapter 72. I Wanna Marry Him

4.2K 513 19
                                    

Hari-hari yang berlalu terasa begitu panjang. Tiga minggu tepatnya sudah terlewat semenjak malam yang mengerikan dan mungkin takkan pernah bisa dilupakan oleh mereka yang mengalaminya.

Suara rintihan dan rasa sakit itu bercampur menjadi satu, menciptakan trauma yang melekat di dada. Untung saja ada mereka yang memberinya semangat, dan kasih sayang hingga rasa takut itu perlahan-lahan hilang.

Saat ini di sore hari, Tania duduk di tepi kasur kamar rawat yang sudah jadi tempatnya tinggal selama beberapa minggu ke belakang. Tak ada lagi jarum yang menempel di tangannya, hanya beberapa obat yang masih harus ia minum untuk pemulihan.

Tania merenung, menatap entah kemana tak terlalu penting, sebab pikirannya hanya tertuju pada satu hal. Satu orang.

"Tania?"

Tania menengok. Ia melihat ibunya yang berjalan memasuki ruang rawat.

"Taksinya udah dateng, ayo."

Kalimat itu menandakan bahwa sudah waktunya Tania pulang. Gadis itu turun perlahan dari tepi kasurnya untuk berjalan menghampiri sang ibu.

Rani memegang tangan Tania, kemudian mereka berjalan keluar dari ruang rawat. Keduanya menghampiri Adam yang sudah berada di depan lobby rumah sakit, bersama taksi yang ia pesan.

***

Tak perlu waktu lama, kini taksi yang Tania dan kedua orangtuanya naiki sudah sampai di depan sebuah rumah.

Tania merasakan jantungnya yang berdetak kencang. Ada sedikit trauma yang muncul di dalam dirinya, sebab ia jadi mengingat kembali ketika dirinya hendak datang dan menemui orangtuanya, namun malah dikejutkan dengan kejadian yang mengerikan.

"Ayo turun, Tania."

Tania melihat ayahnya yang sudah membukakan pintu mobil untuknya. Iapun mengangguk dan turun dari taksi tersebut.

"Kamu gakpapa? pusing gak?" tanya Rani mendekati Tania.

"Enggak bu," jawab Tania.

Kini taksi tersebut sudah bergegas pergi, sementara Tania menatap ke arah rumah mereka.

"Rasanya udah lama banget ya," ucapnya, membuat kedua orangtuanya tersenyum.

"Iya," jawab Rani sembari memegang tangan Tania dan mengusapnya. Kini merekapun berjalan menuju rumah.

Tania langsung diantar ibu dan ayahnya ke kamar, kamar yang sudah lama tak Tania tempati, selain karena dirinya yang harus dirawat di rumah sakit, namun juga karena Tania sempat tinggal di kost-kostan.

"Semua barang di kostan kamu udah ibu ambilin ya Tan," ucap Rani pada Tania yang sudah duduk di tepi kasur.

"Iya bu," jawab Tania.

Kini Rani berdiri di depan Tania, menatap puterinya dan memegang kedua pipinya.

"Yaudah kalo gitu, kamu mau istirahat lagi? apa mau ngobrol-ngobrol aja sama ibu disini?" tanya Rani.

"Istriahat aja, biar ibu sama bapak juga bisa istirahat," jawab Tania.

Rani tersenyum dan mengangguk. "Yaudah kalo gitu, cepet sehat ya anaknya ibu," ucap Rani, kemudian mengecup kening Tania. Adam juga ikut mendekat dan mengecup pelipis Tania.

Kini Adam dan Rani sama-sama tersenyum dan berjalan keluar dari kamar, sementara Tania membalas senyuman mereka dan naik ke atas kasur.

Setelah pintu kamar itu tertutup, senyuman di bibir Tania seketika pudar, digantikan rasa sesak di dadanya.

Sudah tiga minggu berlalu, namun Tania belum mendengar kabar apapun dari Marcel.

Sudah tiga minggu berlalu, namun Tania belum bisa memastikan bahwa laki-laki itu baik-baik saja sekarang.

I'm in Love with a VillainWhere stories live. Discover now