Chapter 44. Another Threat

7.3K 629 38
                                    

"Kalo gitu, aku pulang ya, Damian, Bambang."

Saat ini, Tania sudah berada di depan pagar panti asuhan. Ia pamit pada Damian dan Bambang yang mengundangnya kesini untuk menghabiskan waktu.

"Iya kak, hati-hati," sahut Damian.

Kini Taniapun menaiki motornya yang sudah dinaiki juga oleh Marcel. Ia melambai pada Damian dan Bambang, setelah itu duduk sedekat mungkin dengan laki-laki yang memboncengnya.

Tania melingkarkan kedua tangannya di perut Marcel dan menyandarkan kepalanya di punggung laki-laki itu. Rasanya nyaman. Benar-benar nyaman.

"Padahal kita bisa ke pasar malam dulu sebelum pulang," ucap Tania murung, mengingat Marcel yang menolak ajakannya.

"Ini udah lewat jam sembilan, nanti kamu kemaleman, kita bisa kesana lain waktu," sahut Marcel yang membawa motor.

Tania menghela nafasnya pelan. "Lain waktu itu kapan? aku butuh kepastian," ucapnya.

"Nanti aku kabarin lagi," jawab Marcel.

Tania refleks menengok ke arah kaca spion, menatap pantulan wajah Marcel.

"Kamu ngabarin aku? gimana caranya? kamu aja gak pernah nelfon atau ngechat aku?"

"Bahaya Tania, aku gak bisa hubungin kamu gitu aja dari lapas, kalo ada sidak mendadak nanti kamu juga kena masalah," jelas Marcel.

Tania menelan ludahnya. Benar juga, batinnya.

"Y-yaudah," jawab Tania akhirnya. Ia kembali menyandarkan kepalanya di punggung Marcel.

Tania memejamkan mata. Tidak apa-apa. Ia tidak masalah jika Marcel tak bisa menghubunginya lewat ponsel.

Yang terpenting adalah mereka tetap bisa bertemu. Yang terpenting adalah mereka berdua sama-sama mau berjuang untuk mempertahankan hubungan ini.

***

Motor Tania sudah sampai. Tania meminta Marcel mengantarnya hingga beberapa meter sebelum rumahnya, sebab ia takut orangtuanya sedang berada di luar sekarang.

Kini Marcel sudah turun dan memberikan kemudi motor itu pada Tania. Taniapun meraihnya dan menatap Marcel yang berdiri di sampingnya.

"Kamu hati-hati ya, Marcel," ucap Tania.

"Ehm," jawab Marcel mendekat. Ia mengecup bibir Tania, sekilas, kemudian di keningnya.

Keduanya saling menatap dan tersenyum. Tania senang sekali bisa bertemu Marcel malam ini.

"Sana jalan," ucap Marcel sambil melangkah mundur.

"Dadah," ucap Tania, kemudian melajukan motornya. Gadis itu melihat Marcel dari kaca spion. Marcel masih berdiri disana, seperti menunggunya hingga sampai di rumah.

Senyuman tak kuasa tersungging di bibir Tania. Hatinya selalu terasa berbunga-bunga tiap kali memikirkan, apalagi berdekatan dengan laki-laki itu. Tania sudah jatuh cinta begitu dalam padanya.

Ketika Tania belok menuju rumahnya, ia mengernyit melihat sebuah motor yang parkir di depan.

Siapa yang bertamu malam-malam begini? batinnya bingung.

Tania memarkirkan motornya, melepas helm, kemudian turun sembari memperhatikan motor tersebut.

Seketika, kedua mata Tania membulat. Tidak mungkin, batinnya.

Dengan buru-buru, Tania langsung masuk ke dalam rumah. Ia melihatnya. Fernando, sang mantan, yang kini sedang mengobrol dengan kedua orangtua Tania.

"Udah pulang Tan?" tanya Rani.

I'm in Love with a VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang