Chapter 36. You're Free from Me

8.3K 958 69
                                    

"Ivan, kalo misalnya suatu saat nanti, gua gak sadar dan naksir lagi sama cewek, tolong sadarin gua."

Saat ini, Marcel dan Ivan sedang berada di sebuah ruangan yang gelap dan hanya diisi beberapa barang. Ruangan ini adalah tempat mereka beristirahat, serta bersembunyi ketika sedang keluar dari lapas untuk mencari uang.

Marcel yang sudah mendapatkan bayaran atas pekerjaan berbahayanya hari ini, duduk bersantai bersama Ivan, temannya yang juga merupakan seorang tahanan.

"Maksud lo gua harus mukulin lo?"

"Iya, biar gua sadar sama apa yang gua lakuin."

"Halah, nanti lo pasti mukul gua balik dan kita malah berantem," sahut Ivan.

Marcel menggeleng. "Enggak, lo tenang aja."

Kini Marcel kembali menghisap rokok yang sudah berada di tangannya. Ia sangat yakin pada pemikirannya.

"Gua gakmau lagi terlibat hubungan sama cewek, gua gakmau bawa cewek yang hidupnya baik-baik aja ke dalem hidup gua yang berantakan."

Ivan mengangguk-angguk mendengarnya.

"Kalo Selena? termasuk cewek baik-baik gak dia?" tanya Ivan, meledek.

Marcel menghela nafasnya kasar. "Dia mah psikopat," jawabnya.

"Hahaha!" Ivan tertawa geli mendengarnya.

Sementara Marcel kini menatap kawannya dengan serius. "Selena juga salah satu alasan gua gakmau deket sama cewek lain, sebelum tu orang lenyap dari dunia, gak bakal ada cewek yang aman deketan sama gua."

Ivan mengangguk-angguk mendengarnya. "Berarti, kalo Selena udah lenyap, lo baru mau jalin hubungan serius sama cewek lain?"

"Enggak juga," jawab Marcel. "Meskipun Selena udah gak gangguin gua, gua tetep gak bakal seriusin cewek manapun."

"Kenapa?" tanya Ivan.

"Van, lo liat gua, lo liat hidup gua, apa lo bisa bayangin gimana menderitanya hidup cewek yang gua seriusin nanti? gua aja udah divonis seumur hidup."

Ivan yang mendengar itu menelan ludahnya. Ivan hanya dipenjara selama beberapa tahun. Yang artinya, akan ada saat dimana Ivan bisa menghirup udara bebas secara legal dan menikahi perempuan pilihannya suatu saat nanti.

Hal ini berbeda dengan Marcel. Marcel sudah tak memiliki kesempatan menghirup udara bebas secara legal. Jikapun ia ingin melakukannya secara ilegal, Marcel kemungkinan besar tak akan bisa hidup tenang karena mendapatkan status buronan.

Ivan melihat Marcel yang kini kembali menghisap rokoknya. Laki-laki iti terlihat tenang.

"Van, lo tau kan kalo gua bangun panti asuhan?" tanya Marcel yang diangguki oleh Ivan.

"Gua bangun panti itu buat anak-anak diluar sana yang orangtuanya dipenjara dan gak bisa ngurusin mereka."

"Tapi gua gak mau anak gua sendiri masuk kesana, gua gak pernah berniat bikin panti itu untuk anak-anak gua."

"Jadi daripada itu terjadi, lebih baik gua gak punya anak aja sampe mati."

"Apalagi sekarang, adek gua baru ngelahirin anak, yang artinya impian nyokap gua buat punya cucu udah terwujud, gua gak perlu ngapa-ngapain lagi."

Ivan kini terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia menghargai keputusan Marcel, namun disaat yang sama ia merasa buruk mendengarnya.

"Trus? lo gimana? masa iya lo gak mau nikmatin masa hidup lo sama seorang cewek?" tanya Ivan.

"Ya kalo untuk kebutuhan fisik, cewek mah banyak yang bisa disewa Van, itung-itung bantuin juga kan?" ucap Marcel tersenyum.

Ivan menelan ludahnya. Yang ia maksud bukan hanya kebutuhan fisik, namun juga psikis. Bukankah kehadiran perempuan yang berharga juga sangat penting bagi mental seorang laki-laki? apalagi seperti dirinya dan Marcel yang sudah melewati kegilaan dalam hidup yang sangat berat.

I'm in Love with a VillainWhere stories live. Discover now