Chapter 78. Vonis

4.1K 563 45
                                    

Pagi ini, tepatnya pukul delapan, seorang tahanan dibawa masuk ke dalam ruang persidangan.

Setelah hampir satu bulan persidangan ini ditunda, kini akhirnya akan dilanjutkan kembali.

Ruangan yang berukuran cukup besar ini sudah diisi beberapa orang, mulai dari mereka yang berwenang mengatur jalannya persidangan, mereka yang berkewajiban datang, serta hadirin yang diminta menjadi saksi persidangan.

Marcel dituntun untuk berjalan ke depan, dan duduk di bangku yang selalu jadi tempatnya berada di tiap persidangan. Laki-laki itu duduk dengan tenang, menatap ke arah hakim dan jaksa yang sudah siap melanjutkan pekerjaan.

Karena Marcel sudah berhasil menangkal dan membuktikan bahwa dirinya bukanlah pihak yang memulai kejadian di ruang bawah tananh, kini ia sudah bisa leluasa mengobrol dengan pengacaranya, atau lebih tepatnya, pengacara yang sudah ditugaskan oleh Gabriel Emerald untuk menjadi pembelanya.

"Serahin semuanya ke saya, Marcel, kamu cukup ikutin alur sidangnya dan beri kesaksian dengan jujur."

Marcel yang mendengar itu mengangguk. Pengacaranya akhirnya berjalan menjauh dan duduk bersama dua orang lain yang akan membantunya berdiskusi menghadapi lawan.

Kini Marcel menyadari bahwa Gabriel Emerald maupun puteranya tidak hadir disini. Tania kekasihnya juga tidak bisa hadir, namun ia sudah memberitahu Marcel sejak semalam, lewat surat yang membuat tidur Marcel menjadi nyenyak, surat yang membuat Marcel tersenyum ketika bangun dan membayangkan wajah gadisnya.

Meskipun sempat khawatir dan tak menyetujui sikap Tania, namun Marcel sadar betapa besarnya pengaruh surat itu untuknya.

Tak lama, suara pintu dan langkah kaki kembali terdengar. Marcel menengok ke belakang, melihat beberapa orang yang masuk ke dalam.

Pandangan Marcel langsung tertuju pada satu titik. Ia refleks berdiri, agar bisa melihat dengan lebih jelas.

Ketegangan langsung menyelimuti dirinya. Kedua matanya membulat, memperhatikan seorang perempuan yang duduk di kursi roda.

Itu adalah Selena. Selena didorong oleh ayahnya masuk ke dalam ruang persidangan.

Marcel melihatnya dengan jelas. Selena terlihat pucat dan lemah. Kedua matnya sempat bertemu dengan kedua mata Marcel.

Meskipun masih belum pulih sepenuhnya, namun tatapan tajam tetap bisa Selena berikan, membalas tatapan tajam Marcel padanya.

Setelah itu Selena langsung membuang wajahnya, seolah menghindar.

Marcel merasakan rahangnya yang mengeras. Melihat perempuan ini secara langsung, membuatnya teringat lagi pada kejadian malam itu.

Marcel tak akan pernah lupa bagaimana kondisi Tania malam itu. Penyiksaan yang diberikan Selena padanya, diberikan tanpa alasan yang masuk akal, hanya kegilaan dan ego yang begitu besar.

Semuanya membuat Marcel ingin mengamuk dan berteriak.

Namun yang paling membuatnya emosi, adalah fakta bahwa Selena sama sekali tidak menunjukkan penyesalan. Ia sama sekali tidak terlihat menyesal karena sudah menyiksa Tania.

"Marcel, duduk."

Marcel melihat pengacaranya yang sudah kembali mendekat padanya dan memintanya untuk duduk.

Setelah terdiam beberapa saat, Marcel akhirnya menurut. Ia berusaha keras menahan emosi yang seketika meluap di dalam dirinya, saat ia melihat Selena dan wajahnya yang tanpa penyesalan.

"Sidang akan segera mulai."

Aba-aba dari depan sudah terdengar, namun Marcel masih belum bisa menenangkan driinya.

I'm in Love with a VillainWhere stories live. Discover now