Chapter 51. Aduan Penyerangan

4.9K 511 17
                                    

Hari Sabtu yang cerah di dalam kamar. Tania duduk di tepi kasurnya, merenung. Ia baru saja bangun. Ia memanfaatkan akhir pekan ini dengan bangun siang dan merenung.

Tania melihat ke arah jam dinding. Sudah hampir pukul delapan pagi. Tania sampai tidak membantu ibunya di pagi hari karena terlalu nyaman disini.

"Tania?"

Tania mendengar suara ibunya yang memanggil. Iapun menyahuti dan mulai merapikan kasurnya, sebelum akhirnya keluar dari kamar.

Di meja makan, sudah tersedia makanan yang lengkap.

"Ayo sarapan dulu," ajak Rani, ibunya yang kini sudah duduk di salah satu kursi.

Tania menatap sekeliling. "Pak Adam mana bu? kok gak keliatan batang hidungnya," tanya Tania, tak melihat kehadiran ayahnya.

Rani terkekeh geli mendengarnya. "Biasa, udah berangkat mancing, tadi diajak temennya," sahut Rani.

Taniapun mengangguk-angguk. Ia kini ikut duduk di samping ibunya yang mulai menyiapkan nasi dan lauk untuknya.

"Aku gak bantuin ibu masak," ucap Tania, merasa bersalah.

"Gakpapa, kan mumpung libur santai aja di rumah, Senin udah mulai kerja lagi," sahut Rani.

Tania mengangguk. Iapun memulai sarapan bersama ibunya.

"Hari ini kamu kemana? ada acara?" tanya Rani, sembari mereka makan.

"Ada bu, sore mau pergi," jawab Tania.

Ingatan Tania kembali pada semalam, sebelum dirinya tidur. Tania menerima pesan dari Madelyn, mengatakan ingin bertemu hari ini.

Taniapun menerimanya. Entah kenapa, Tania merasa ada hal penting yang hendak dibicarakan Madelyn padanya, dan hal itu pasti menyangkut Marcel.

Beberapa hari terakhir, atau mungkin beberapa bulan terakhir, pikiran Tania terus dipenuhi oleh laki-laki itu. Tania ingin beristirahat, namun disaat yang sama, ia juga tidak mau berdiam diri.

Akhirnya setelah melewati dilemanya, Taniapun menerima ajakan Madelyn. Ia akan bertemu dengannya hari ini.

"Aduh.."

Tania tersentak. Ia langsung menatap ibunya yang terdengar meringis di sampingnya.

"Kenapa bu??" tanya Tania, panik, ia segera meletakkan sendoknya di piring.

Rani menelan ludah dan memegang kepalanya. Ia menyadari Tania yang sudah menatapnya dengan tatapan khawatir.

"Gakpapa Tan, ibu cuma pusing dikit," jawab Rani.

"Ayo periksa, kita ke klinik sekarang," ucap Tania.

"Enggak enggak, cuma pusing doang kok, minum obat juga sembuh,"sahut Rani, tak lagi memegang kepalanya dan tersenyum pada Tania.

Tania yang melihat itu menelan ludah. Ibunya terlihat lemas. Apakah ia kelelahan? Tania jadi semakin merasa bersalah.

"Y-yaudah, aku gak jadi pergi kalo gitu, aku temenin ibu aja di rumah," ucap Tania.

"Jangan dong Tan, pergi aja gakpapa, lagian kan nanti ada bapak nemenin ibu, dia juga libur hari ini," tutur Rani.

"Kamu udah kerja terus, kalo lagi ada waktu buat main sama temen-temen ya main Tan, biar tau kabar mereka juga," lanjut Rani.

Tania menelan ludahnya. Bagaimana mungkin ia bisa main dengan tenang jika ibunya sedang tidak sehat?

"Udah ayo lanjut sarapannya, habis ini mandi, kamu semalem gak mandi kan? cuma ganti baju doang?"

I'm in Love with a VillainWhere stories live. Discover now