Chapter 85. Our Painful Journey

4.8K 551 29
                                    

"But we deserve the happiness we always dreamed of."
-Tania, chapter 86

"-Tania, chapter 86

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Chapter 85. Our Painful Journey

Di dalam satu ruang tahanan yang minim cahaya, seorang perempuan duduk di lantai dan bersandar pada dinding.

Sedari tadi, Naomi banyak merenung. Senyuman juga sesekali tersungging di bibirnya, mengingat senyuman manis cucunya, ketika siang tadi datang kesini dan mengunjunginya bersama ayah dan ibunya.

Madelyn banyak menangis selama kunjungan itu berlangsung, namun Naomi terus mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Naomi mengatakan bahwa ini memang takdir yang adil dan harus dijalani oleh mereka semua.

Naomi merasa aman berada disini, sebab ia sadar Madelyn sekarang hidupnya sudah bahagia bersama keluarga kecilnya. Ia juga merasa aman berada disini, sebab Marcel akan segera bebas dari penjara.

Sejak dulu, Naomi selalu bermimpi agar bisa hidup bersama Marcel. Ia selalu ingin diberi satu kali lagi kesempatan untuk memberikan perhatian besar selayaknya seorang ibu pada Marcel, dan melunasi kegagalannya dulu dalam urusan mengurus dan membesarkan putera sulungnya tersebut.

Namun meskipun begitu, Naomi tetap merasa ini adalah jalan yang terbaik bagi mereka semua.

***

Sementara itu, di depan sebuah rumah area pemukiman yang suasananya sudah sepi, seorang laki-laki baru saja sampai.

Malam ini ia memutuskan datang kesini dengan berjalan kaki. Ia mengatur nafasnya yang sedikit terengah, sembari memperhatikan rumah itu dari kejauhan.

Marcel tak ingat kapan terakhir kali ia datang kesini, tapi satu hal yang masih ia ingat, bahkan ketika suasana genting dan ancaman besar sedang menyelimuti seseorang yang berharga dalam hidupnya, ia tetap tak bisa memunculkan diri disini, dan malah menyuruh orang lain untuk melindungi gadis yang begitu ia cintai.

"Aku sayangnya sama kamu! trus kamu enak banget ngomong gitu?!"

Kedua kaki Marcel mulai melangkah, sembari pikirannya mengingat setiap kalimat yang pernah gadis itu ucapkan padanya.

"Jangan ngomong gitu, kita udah gak perlu bahas itu sekarang, lagian kamu kan udah janji mau berjuang sama aku?"

Marcel tak kuasa tersenyum. Ia berjalan sambil memasukkan kedua tangan ke dalam kantung hoodie yang ia kenakan.

Terkadang, ia masih tak percaya bahwa dibalik tubuhnya yang kecil dan terlihat rapuh, Tania menyimpan kekuatan yang begitu besar, bahkan jauh lebih besar dibanding dirinya.

"Dengerin kamu cerita soal diri kamu, tentang ketakutan kamu, gak tau kenapa malah bikin aku makin sayang sama kamu, Marcel."

Rumah yang ia tuju di hadapannya, kini semakin dekat di pandangan, dan jantung Marcelpun semakin berdebar kencang.

I'm in Love with a VillainWhere stories live. Discover now