Chapter 86. Teman Hidup (END)

8.8K 600 45
                                    

Pagi ini, seorang laki-laki sedang berdiri berhadapan dengan kawannya, di dalam bangunan kosong yang sudah jadi tempat mereka bertemu sejak pertama kali ia pindah ke lapas ini.

Marcel menatap Ivan, teman satu perjuangannya, yang sudah memberikan pengaruh besar dalam hidupnya selama ini.

"Gua pamit, Van."

Ivan yang mendengar itu tak kuasa tersenyum. Ia menatap wajah Marcel yang menunjukkan kesedihan.

"Sini lo, gak usah malu-malu," ucap Ivan, kemudian mendekat pada Marcel dan memeluk sahabatnya dengan erat.

Pelukan itu hanya berlangsung sebentar, namun keduanya akan mengingatnya selamanya.

Ivan kini menepuk-nepuk lengan Marcel, dan menatapnya dengan senyuman di bibir.

"Siapa yang nyangka kalo lo bakal cabut duluan dari gua?" ucap Ivan.

Marcel yang mendengar itu hanya terdiam. Ia justru adalah orang yang paling tidak menyangka takdir akan berujung seperti ini dalam hidupnya.

"Van, lo bisa keluar dari sini kapanpun lo mau, gua tau lo punya lebih besar kekuasaan dibanding yang lo omongin selama ini, duit lo juga udah banyak banget," tutur Marcel.

"Iya, bener sih," sahut Ivan, sembari menghela nafas dan memasukkan kedua tangannya ke dalam kantung celana.

"Gua tau ini kedengeran aneh, tapi gua masih betah disini, ada banyak bisnis yang bisa gua jalanin, gua juga belum ada tujuan lain kalo keluar dari sini."

Ivan berucap kemudian menatap Marcel dengan senyuman.

"Beda sama lo, yang udah punya tujuan hidup baru sekarang," ucap Ivan, begitu bangga pada teman seperjuangannya.

"Udah sana, udah waktunya kan?" ucap Ivan, menyadari hari yang sudah semakin siang.

Marcel mengangguk. Ia yang sudah mengenakan ransel di punggungnya, kini mulai berjalan menuju pintu yang ada di bangunan kosong ini.

"Marcel?"

Namun seketika, Marcel kembali berhenti setelah Ivan memanggilnya. Ia menengok dan menatap Ivan yang berdiri jauh darinya.

"Sorry, gua gak bisa nyelamatin nyokap lo lagi kaya dulu," ucap Ivan.

Marcel terdiam mendengarnya. Satu tahun sudah berlalu semenjak ia menghadapi fakta pahit tersebut. Marcel juga sudah berusaha menerima kenyataan yang satu ini. Namun tiap kali ada yang menyebutkan soal ibunya, selalu ada rasa sakit di dalam hatinya yang muncul tiba-tiba.

Marcel tersenyum. "Gakpapa Van, lo bisa bantu gua lagi nanti, perjalanan gua masih panjang, gua juga belum nyerah soal itu," tuturnya.

Ivan mengangguk. "Hubungin gua kapanpun lo butuh bantuan," tuturnya, membuat Marcel tersenyum geli.

"Harusnya gua yang ngomong gitu ke lo," sahutnya. Keduanya sama-sama tersenyum.

"Sampe ketemu lagi Cel," ucap Ivan, mengucapkan kalimat perpisahannya.

Marcel mengangguk. Dengan perasaan campur aduk, iapun melanjutkan jalannya.

Marcel sudah tak ingat berapa lama ia menjalani masa tahanan. Dari mulai penjara yang sebelumnya, penjara yang sama dengan dimana ayahnya mendekam saat ini, hingga ke penjara yang ini, penjara dimana ia tanpa pernah disangka akan bertemu dengan jodoh dalam hidupnya.

Kedua kaki Marcel terus berjalan, semua kenangan yang ia ingat terjadi di lapas ini melintas begitu saja. Sama sekali tak disangka akan ada saat dimana ia akan keluar dengan bebas.

Marcel menghela nafas setelah dirinya sampai di pintu utama. Sudah sangat lama ia tidak berjalan ke arah sini. Biasanya, hanya pintu samping tersembunyi yang bisa ia lewati.

I'm in Love with a VillainWhere stories live. Discover now