Chapter 84. The Time Has Come

4.4K 548 39
                                    

"Loving you is my biggest sin."

-Marcel, chapt 85

-Marcel, chapt 85

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 84. The Time Has Come

Malam hari yang sepi, seorang gadis sedang merenung di tepi tempat tidurnya.

Kedua matanya menatap ke depan, namun pikirannya tertuju kesana kemari. Kadang gadis itu masih tak menyangka bahwa perjalanan berat yang sudah ia lewati, akan membawa dirinya ke posisi seperti ini.

Tak ada yang perlu dikhawatirkan, tak ada yang perlu ditakutkan, batinnya setiap hari, tapi jika ujungnya seperti ini, masih bisakah ia menenangkan diri?

"Tania?"

Suara itu terdengar, membuatnya menengok ke arah pintu kamar dimana suara ibunya terdengar.

"Udah tidur Tan?"

"Belum bu," jawab Tania.

"Oke, kalo ada keluhan bilang ibu ya?"

"Iya bu," jawab Tania lagi.

Meskipun dirinya sudah berumur dua puluh empat tahun sekarang, namun ibunya masih memberikan perhatian yang sama padanya setiap hari.

Tania beruntung. Ia begitu beruntung bisa terlahir di dalam keluarga yang hangat dan harmonis seperti ini. Sesuatu yang pastinya diinginkan semua orang, namun belum tentu bisa didapatkan semua orang.

Tania begitu menyayangi keluarganya, dan akan melakukan apapun demi melindungi ibu dan ayahnya. Ia bahkan pernah mengatakan dirinya rela meninggalkan laki-laki yang ia cintai dalam hidupnya, demi melindungi kedua orangtuanya.

Lalu kenapa, ketika sekarang laki-laki itu memilih melindungi keluarganya, Tania merasa sedih luar biasa? apakah egonya begitu besar hingga dirinya tak memikirkan perasaan orang lain selain dirinya sendiri?

Tania kini mengusap airmata yang mengalir di kedua pipinya. Ia berdiri untuk mematikan lampu utama kamarnya, sebelum kembali berjalan ke arah tempat tidurnya.

Tania berbaring dan menarik selimut agar menutupi tubuhnya. Padangannya tertuju ke arah langit-langit kamar.

Apakah seperti ini rasanya merelakan perginya seseorang yang dicinta? apakah seperti ini rasanya menyerah demi kebaikan bersama?

Tania belum terbiasa, namun ia yakin dirinya pasti bisa. Keegoisan hanya akan jadi alasan ketika ia terus memaksa, sebab terlalu banyak orang yang dirugikan jika dirinya tak melepaskan.

Tania memejamkan mata dan berharap laki-laki itu datang ke dalam mimpinya, mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Berada di sisi satu sama lain pernah jadi cita-cita terpenting bagi mereka berdua, namun jika mengorbankan seseorang yang sama berharganya harus jadi bayaran, lalu apakah semuanya akan setimpal?

I'm in Love with a VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang