Chapter 59. The Last Kiss?

5.7K 546 13
                                    

"Tania." Marcel mulai berucap, membuat Tania menelan ludahnya.

"Aku punya satu permintaan buat kamu, dan aku mohon kamu wujudin permintaanku ini, demi kita berdua."

Tania yang masih duduk melipat kedua kakinya di dalam lemari, menatap Marcel dengan tatapan khawatir. Jantung Tania berdetak kencang. Entah kenapa, perasaannya tidak enak. Marcel menatapnya dengan wajah serius, seolah kalimat yang akan ia ucapkan tidaklah menyenangkan.

Tania seketika menggeleng. Ia tidak mau mendengarnya. Ia tidak mau mewujudkan hal yang Marcel inginkan, sebab ia takut.

Dengan cepat Tania bergerak. Ia mendekat ke arah Marcel untuk memeluk laki-laki itu.

Marcel segera menangkap Tania, agar gadis itu tidak terjatuh dari lemari. Marcelpun membenarkan posisi Tania di pelukannya, kemudian berdiri dan menggendongnya.

"Gak mau, aku gak mau," ucap Tania pelan di pelukan Marcel.

Marcel kini terdiam. Ia dapat mendengar kekhawatiran dari nada suara Tania. Gadis ini sudah takut duluan pada apa yang hendak Marcel katakan.

Tapi mungkin Marcel memang salah. Ia tak seharusnya membicarakan ini sekarang. Tania pasti masih shock atas semua hal yang ia dengar tadi.

Kini Marcelpun mengusap punggung Tania, menenangkan gadis itu.

"Yaudah, nanti aja kita omongin lagi, yang pasti untuk sekarang kita gak bisa ketemuan dulu diluar lapas," ucap Marcel.

"Sekarang aku anter kamu pulang, disini gak aman."

Tania mengangguk. Kali ini ia tidak akan melawan lagi. Ia tidak akan mengacau lagi. Jika Marcel menyuruhnya pulang, maka Tania akan pulang. Jika Marcel memintanya berdiam di rumah dan jangan datang padanya, maka Tania akan menurut.

***

Ting nung!

Suara bel apartemen terdengar. Selama beberapa menit, Tania duduk di tepi kasur. Ia menunggu Marcel yang mengatakan akan mengantarnya pulang.

Namun Marcel malah bertelfonan sedari tadi, membuat Tania menunggunya.

"Ayo."

Marcel sudah mematikan panggilan telfonnya, dan menatap Tania. Ia mendekat dan menawarkan telapak tangannya pada Tania.

Taniapun mengangguk dan menerimanya. Keduanya berjalan ke arah pintu depan sambil berpegangan tangan.

Setelah Marcel membuka pintu, seorang laki-laki kini muncul di hadapan mereka. Laki-laki itu mengenakan masker hitam, menutupi setengah wajahnya.

"Anter sampe depan rumah," ucap Marcel, menarik tangan Tania ke depan, ke arah laki-laki itu.

"Baik bos."

Tania tersentak mendengarnya. Ia sontak menatap Marcel.

"Tadi kamu bilang mau anter aku??"

Marcel tak menjawab pertanyaan itu. Ia hanya diam, berharap Tania akan memahaminya, dan segala konsekuensi yang bisa mereka dapatkan jika Marcel berdekatan dengannya di luar sana, apalagi sampai ke rumah orangtuanya.

"Ayo kak, saya anter," ucap anak buah Marcel yang berdiri di dekat Tania.

Tania memejamkan mata, menyadari ia tak punya pilihan lain. Akhirnya iapun ikut berjalan bersama laki-laki itu sambil berusaha keras agar tidak menangis. Kenapa harus begini? kenapa rasanya berat sekali?

***

Pukul sebelas malam di rumah.

Saat ini. Tania sudah berbaring di atas kasur kamarnya. Kedua matanya yang sembab menatap langit-langit kamar.

I'm in Love with a VillainWhere stories live. Discover now