Chapter 7. My Human Barbel

15.3K 1.1K 55
                                    

Pukul delapan malam, Tania sedang berada di dapur. Ia membantu ibunya dengan mencuci piring bekas makannya dan keluarganya.

Tania mencuci piring sambil memikirkan banyak hal, salah satunya adalah dosa yang baru saja ia perbuat.

Tania memiliki seorang pacar, namun ia malah berciuman dengan laki-laki yang bahkan tak ia kenal. Narapida pula, batin Tania tak percaya.

Tania menghela nafasnya kasar. Kadang ia berpikir, apakah Tania benar-benar tak memiki jalan lain? atau ia hanya malas mencarinya?

Setelah berciuman tiga menit bersama Marcel, Tania memiliki sisa hutang dua belas menit lagi. Namun karena dirinya meyicil, ia kembali mendapat bunga lima menit.

Totanya hutang Tania kini adalah tujuh belas menit.

Kejadian tadi bukannya mengurangi jumlah hutang Tania, malah membuatnya semakin banyak.

Beginikah rasanya terlilit hutang?? batin Tania tak percaya.

"Tania?"

Tania mengerjap tersadar. Ia buru-buru menyelesaikan pekerjaannya, kemudian berbalik menatap ibunya yang memasuki dapur.

"Udah?"

"Udah bu," jawab Tania.

"Yuk ke depan dulu, ibu sama bapak mau ngobrol sama kamu."

Tania mengerjap. Ia merasakan jantungnya yang berdetak kencang.

"Ngobrol apa? kok tiba-tiba??" tanya Tania panik.

"Ngobrol santai aja, ayok."

Tania menelan ludahnya. Akhirnya ia mengikuti ibunya berjalan menuju ruang tamu. Ia melihat ayahnya yang sudah bersantai disana.

"Ada apa pak?" tanya Tania, tak sabar.

"Duduk dulu," ucap ayah Tania yang bernama Adam.

Taniapun duduk di sofa.

"Bapak cuma mau nanya, kamu gimana hubungannya sama Fernando? baik-baik aja kan?" tanya Adam.

"Baik pak, kenapa emang?" tanya Tania.

"Gakpapa, kalo misalkan kalian udah siap, kita bisa mulai obrolin soal pernikahan kalian, gak perlu ditunda-tunda kan?"

Tania menghela nafasnya pelan. Ternyata persoalan ini lagi.

"Pak, aku baru aja dapet kerja, kak Nando juga masih ngumpulin uang, gak perlu buru-buru pak," ucap Tania.

"Bapak sama ibu bisa cari pinjeman kalau kalian mau, biar nikah dulu aja, masalah uang bisa nanti," ucap ibu Tania.

Tania terdiam. Sesungguhnya, Tania sudah lelah berbicara pada orangtuanya menyangkut hal ini.

Kenapa sulit sekali menjelaskan pada mereka, bahwa 'memikirkan uang nanti' adalah salah satu penyebab banyak pasangan suami istri yang menderita di kemudian hari?

Kedua orangtua Tania sangat oldschool. Mereka selalu meminta Tania memikirkan masa depan, tapi disaat yang sama, masa depan yang mereka pikirkan hanyalah Tania yang menikah dan punya anak.

Padahal seharusnya, seorang perempuan punya kesempatan untuk menggapai cita-cita setinggi mungkin, dan mengutamakan prioritasnya terlebih dahulu, sebelum menjalani sesuatu yang banyak dianggap masyarakat sebagai 'kewajiban.'

"Yaudah, nanti aku obrolin sama kak Nando," ucap Tania, gadis itu berdiri, sudah lelah dengan semua ini.

"Aku ke kamar ya, capek," ucap Tania jujur.

I'm in Love with a VillainWhere stories live. Discover now