204 - Reuni Akbar

333 100 18
                                    

.

.

Hatimu ada di sini, Ilyasa. Kamu turut serta dalam Reuni Akbar kami.

.

.

***

Ustaz Umar berdiri di bandara, mengecek ponselnya tiap sekian menit sekali. Menurut Habib Ali, mereka baru mendarat, dan sebentar lagi akan menuju lobi kedatangan.

Mata Umar tajam melihat sekeliling. Dia nampak lega saat merasa menemukan sosok kedua orang yang ditunggunya. Seorang pria tua berwajah Arab, ditebaknya sebagai Habib Ali. Nampak berwibawa dengan jubah dan sorban putih. Pemuda yang berjalan di sampingnya, sepertinya adalah Yunan. Umar sudah lama tidak bertemu Yunan. Terakhir mereka bertemu, adalah saat pernikahan Yoga dan Erika. Ternyata Yunan sudah sebesar itu sekarang.

Di samping Yunan, ada wanita bercadar yang sepertinya adalah istrinya, sedang menggendong putra mereka yang usianya kisaran dua setengah tahun.

Sementara seorang pria di belakang Ali, ditebak Umar sebagai khadamnya Ali.

Alis Umar bertautan saat para tamu istimewanya makin mendekat. Yunan nampak berbeda. Apa yang membuatnya jadi begitu -- Umar sendiri bingung menjelaskan perasaannya saat ini. Mungkinkah karena sorban putih yang dikenakan Yunan? Atau sorot mata Yunan yang mengingatkannya akan seseorang?

"Assalamu'alaikum ya Habib," Umar memberi salam sambil mencium tangan Ali.

"Wa'alaikumussalam," sahut Ali tersenyum, mengusap bahu Umar, penghiburan yang membuat Umar nyaris menangis lagi.

Umar menatap ke mata Yunan dan entah mengapa air mata Umar mengalir tanpa bisa dicegahnya. Kenapa menatap Yunan terasa seperti sedang menatap Syeikh Abdullah?

"Assalamu'alaikum, Yunan," ucap Umar membungkuk sedikit.

Yunan terkejut saat Ustaz Umar berusaha mencium tangannya juga. Yunan segera menarik tangannya dan mencium tangan Ustaz Umar.

Umar berusaha mencium tangan Ahmad khadamnya Ali, namun pria itu menolak dengan halus, dan lebih memilih berjabat tangan.

"Tafadhol. Silakan ikut saya," ajak Umar mengarahkan mereka ke mobil.

.

.

"Pak Yoga, jenazah Syeikh mau dipindah ke masjid sekarang," kata Mahzar.

"Mau diangkat pakai apa?" tanya Yoga.

"Alas keranda sudah siap," jawab Mahzar.

"Oke. Saya bantu angkat," ucap Yoga menggulung lengan bajunya.

Dua orang pria mendekat. Keduanya mengenakan jubah serba putih dan sorban. Berwajah mirip dengan Syeikh Abdullah. Yoga segera mencium tangan mereka.

"Anda pasti Yoga. Abi cerita banyak tentang anda," tebak pria satunya yang lebih kurus, dengan senyuman khas Syeikh Abdullah.

Yoga mengiyakan dengan kepala tertunduk malu.

"Abi mau dipindah ke masjid?" tanya salah seorang dari mereka.

"Iya, Ustaz," jawab Mahzar.

Zhafran muncul dari arah kamar dan menawarkan diri membantu.

Mereka berempat -- Yoga, Zhafran dan kedua putra Syeikh -- yang memindahkan jenazah Syeikh ke alas keranda, lalu membawanya hati-hati ke masjid.

Tangis para pelayat yang mayoritas adalah warga sekitar, pecah ketika melihat jenazah ulama kesayangan mereka diusung di masjid. Semuanya berdiri sebagai bentuk penghormatan.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang