302 - Tukar

258 80 34
                                    

.

.

Jika selama umur hidupku ada satu waktu dimana aku memiliki satu do'a yang sangat aku harapkan agar Engkau mengkabulkannya, maka malam inilah saatnya.

.

.

***

Butiran air dari langit, berjatuhan dalam jumlah yang cukup banyak. Tangan Yunan menggapainya dan tertampung beberapa butir di telapak tangannya. Suara tangis wanita terdengar dari butiran air itu. Yunan mendekatkan telinganya ke telapak tangannya sendiri.

Bibirnya bergetar saat menyadari suara itu adalah suara Erika yang sedang menangis meminta maaf padanya.

"Kenapa Ibu bilang begitu? Aku tidak pernah merasa terpaksa mengerjakan semua itu! Kulakukan semuanya karena aku sayang! Aku sayang Ibu dan Raesha! Aku tidak perlu balasan! Dan Ibu tidak perlu minta maaf!"

Yunan kembali berlutut. Air matanya kini bercampur dengan air mata Erika, sebelum keduanya jatuh menetes ke danau, menyatu dengan air mata lainnya.

"A-Apa masih ada harapan akan keajaiban, Syeikh?" tanya Yunan sembari menoleh ke belakang.

Syeikh Abdullah masih duduk di sana, di antara kepulan awan putih.

"Jika bukan karena keajaiban dari Allah berkat do'a dari para wali yang diundang Zhafran, kamu tak akan bertahan selama ini, Yunan."

"Tapi kenapa aku masih di sini, dan belum bisa kembali?" tanya Yunan terisak.

Syeikh terdiam sesaat.

"Karena kita masih menunggu satu keajaiban lagi."

.

.

Ilyasa mengusap punggung istrinya yang sedang sibuk menyeka air mata. Mereka sedang berada di ruangan khusus keluarga pasien. Erika sedang beristirahat di dalam tenda ajaib itu, yang masih berdiri di tengah-tengah ruangan. Erika habis menangis histeris, kata Raesha. Yoga sedang menenangkan Erika di dalam tenda, sambil menyuapinya makan siang. Meski sudah tua, hubungan keduanya masih so sweet seperti biasa.

Ilyasa tertunduk lesu. Membayangkan akan banjir air mata yang terjadi, jika Yunan --

"Kamu lapar, sayang? Mau makan apa?" tanya Ilyasa sambil membelai pipi istrinya.

"Apa aja," jawab Raesha sambil mengeringkan ujung matanya.

"Aku ke kantin dulu, ya. Sekalian pesenin makanan buat Kak Arisa sama Raihan," kata Ilyasa bersiap pergi. Raesha mengangguk mengiyakan.

"Ustaz Ilyasa mau ke kantin?" tanya Zhafran tiba-tiba.

"Iya. Ustaz mau nitip?" tawar Ilyasa.

"Oh bukan. Saya mau ngopi di kantin. Mau cari teman ngopi," ucap Zhafran.

Dilihat Ilyasa, Mahzar sedang tak ada di ruangan. Mungkin sedang ada keperluan di luar rumah sakit.

"Ayo, Ustaz," ajak Ilyasa ramah.

.

.

Kantin cukup ramai di jam makan siang. Meja-meja terisi separuhnya. Zhafran dan Ilyasa duduk di samping jendela kaca yang menghadap ke taman kecil. Dua cangkir cup kopi, duduk berdampingan di meja mereka.

"Saya sudah lihat beberapa video di website Kak Yunan," kata Ilyasa memulai percakapan.

"Oh ya? Gimana kesan-kesannya?" tanya Zhafran tersenyum.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang