232 - Otw Jepang

303 96 14
                                    

.

.

"Kotak cokelat yang tadi di sini, mana ya?"

"Aku buang, sayang. Aku kira sampah."

.

.

***

Dua minggu kemudian ...

Ilyasa terdiam menatap gantungan kunci kecil berbentuk menara Eiffel. Sangat kecil. Sementara istrinya memegang bungkusan kertas bertuliskan merek toko cokelat di Paris.

"Coba lihat. Kak Yunan kasih kamu cokelat kayak apa," kata Ilyasa pada istrinya. Mereka sedang berada di rumah Ayah Yoga, berkunjung. Ternyata minggu lalu, Kak Yunan sekeluarga menginap di sini, sepulang mereka dari Paris, sekaligus menitipkan oleh-oleh.

Raesha mengeluarkan sekotak cokelat dari dalam bungkusan. Ada beberapa cokelat berbentuk hati di dalam kotak itu. Plus, kotak itu dihiasi dengan pita merah yang cantik, membuat oleh-oleh untuk Raesha terlihat seperti hadiah untuk pacar.

"Ibumu juga dapat cokelat yang persis sama kayak gitu kok, Ilyasa, Cuman -- ehm -- gak ada pitanya aja," kata Yoga, berusaha agar Ilyasa tidak cemburu. Yunan memang benar-benar -- masa' Ilyasa cuma dikasih gantungan kunci kecil begitu?

Mendengar itu, Ilyasa masih cemberut, sampai kunjungannya dan Raesha ke kediaman Danadyaksa berakhir. Begitu tiba di apartemen orang tua Ilyasa, Raesha membuka kotak cokelat itu.

"Kamu mau, sayang?" tanya Raesha menawari cokelatnya.

"Gak," jawab Ilyasa singkat, sebelum melenggang ke sofa ruang TV.

Raesha juga menawari cokelat ke mertuanya, tapi mereka menolak dengan halus. Ibu mertuanya giginya sedang agak bermasalah, katanya. Sementara bapak mertuanya tidak doyan cokelat. Raesha akhirnya memakan cokelat itu sendiri.

Ilyasa tidak benar-benar menonton TV. Matanya melirik kesal ke arah istrinya yang sedang menyantap cokelat pemberian Kak Yunan. Kalau sekiranya dia suami zalim, dia sudah membuang cokelat itu, tapi Ilyasa tidak tega. Biar bagaimana, dia masih menghargai kenangan masa kecil Raesha yang diasuh oleh Kak Yunan.

Setelah cokelat itu habis, Raesha pergi mencuci tangannya yang belepotan cokelat. Diam-diam Ilyasa mengambil kotak cokelat yang masih bersih itu dan membuangnya di salah satu tempat sampah, lalu kembali duduk di sofa.

"Kotak cokelat yang tadi di sini, mana ya?" tanya Raesha pada suaminya yang sedang menonton TV.

"Aku buang, sayang. Aku kira sampah," jawab Ilyasa enteng.

"Oh. Aku pikir tadinya mau jadiin kotak itu buat nyimpen apa gitu yang kecil-kecil. Peniti atau bros," kata Raesha nampak kecewa kotak itu dibuang.

"Yah. Aku gak tau soalnya. Aku otomatis buang ke tempat sampah," ucap Ilyasa dengan wajah merasa bersalah.

"Ya udah gak apa-apa, sayang." kata Raesha tersenyum.

"Nanti aku beliin kotak yang lebih bagus buat kamu," hibur Ilyasa.

"Gak usah. Beneran. Aku ke kamar dulu," kata Raesha. Wanita itu bangkit dari duduknya dan melangkah ke kamar.

Ilyasa tersenyum. Dia mendadak merasa seperti tokoh-tokoh antagonis di sinetron yang seringkali tersenyum picik setelah siasatnya berhasil.

Biar saja! Siapa yang mulai duluan? Bukan aku!

Ilyasa memang sudah menebak, Raesha akan menyimpan kotak cokelat itu. Jadi sebelum itu terjadi, Ilyasa buru-buru membuang kotak itu. Buang semua barang-barang yang sekiranya bisa mengingatkan istrinya akan mantan pacarnya itu! Sayangnya, mukena terusan dari Kak Yunan itu, tak berani Ilyasa membuangnya. Berhubung itu mukena. Kalau kotak cokelat sih, buang saja langsung.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang