347 - Hati-hati

217 69 7
                                    

.

.

"Jangan pura-pura sama Ummi. Kamu punya hubungan spesial sama Om Adli, 'kan?"

.

.

***

Arisa dan Elaine berdiri di koridor, di luar pintu ballroom yang terbuka lebar. Suara lantunan musik masih terdengar dari dalam sana. Lebih dari dua per tiga tamu telah pulang. Masih tersisa para manajer dan direksi yang masih mengobrol ngalor ngidul. Ada yang curhat kehidupan rumah tangganya, ada yang minta masukan perihal bisnis, dan sebagainya. Keluarga Danadyaksa memutuskan akan pulang.

Haya akan ikut bersama ibunya. Mereka tadi berangkat dengan mobil yang sama, disetiri oleh supir.

Sementara rombongan yang akan pulang ke rumah Raesha, akan pulang dengan mobil Raesha, disetiri Raihan. Namun saat ini, Raihan, Ismail, Ishaq, Raesha, Erika dan Haya sedang di toilet. Dan Adli tadi disapa oleh seorang rekan bisnisnya dan tadi masih terjebak mengobrol di dalam ballroom.

"Oh. Syukurlah. Kupikir kamu sudah pulang," kata Adli pada Elaine. Adli tiba-tiba muncul dari dalam ballroom. Kelihatan terburu-buru, panik lantaran mengira Elaine sudah keburu pulang ke rumah.

"Belum, Om. Eyang putri sama Tante Haya masih di toilet," sahut Elaine.

"Elaine biar pulang bareng saya saja, Kak," ucap Adli sambil bersedekap ke arah Arisa. Seolah itu adalah bahasanya untuk minta izin pada walinya Elaine.

"Oh? Gak ngeropotin kamu?" tanya Arisa.

"Enggak, Kak. Elaine gak pernah ngerpotin saya," jawab Adli dengan senyum lebar. Elaine tertunduk malu.

"Ya sudah," respon Arisa meski ada nada ragu pada suaranya.

"Tapi aku ke toilet dulu, ya. Sebentar aja," kata Adli pada Elaine. Elaine mengiyakan. Adli pergi ke arah toilet, meninggalkan Arisa dan Elaine kembali berdua saja.

"Sejak kapan kamu dan Om Adli --?"

Pertanyaan itu mengejutkan Elaine. "Maksud Ummi?" tanya gadis itu dengan alis berkerut.

"Jangan pura-pura sama Ummi. Kamu punya hubungan spesial sama Om Adli, 'kan?" tembak Arisa langsung tanpa basa-basi.

"E-Enggak ada apa-apa, Ummi! Om Adli cuma antar aku ke sekolah tiap pagi, dan kadang-kadang Om Adli mengantarku pulang kalau ada acara di luar, seperti sekarang ini. Kami cuma nyambung ngobrolnya. Cuma --," kilah Elaine sebelum menggigit bibir.

"Kamu jangan bohong sama Ummi," sela Arisa.

Elaine berkeringat dingin. Kenapa tiba-tiba umminya menebak-nebak seperti ini tentang hubungannya dengan Om Adli? Meski wajah Arisa tertutupi cadar, Elaine tahu umminya itu saat ini minimal sekarang sedang cemberut.

"Apa Adli bilang suka sama kamu?"

Pertanyaan Arisa membuat Elaine mendelik matanya. "E-Enggak, Ummi! Aku rasa, Om Adli gak punya pikiran seperti itu tentang aku. Sebenarnya --"

"Sebenarnya --?" tanya Arisa mengernyitkan dahi di balik cadarnya.

"Sebenarnya, kupikir malah, bukan Om Adli, tapi aku! Aku yang --" Elaine menutup mukanya yang kini merah padam. "Aku yang suka sama Om Adli," lanjut Elaine dengan suara setengah berbisik.

"Elaine!" Suara Arisa terdengar emosional saat menyerukan nama putrinya.

"Afwan! Afwan, Ummi! Aku-- sejak dulu --" air mata menggenang di pelupuk mata Elaine. Gadis itu tertunduk kepalanya, dan jemarinya meremas dress putih yang diberikan Adli untuknya. Mungkinkah karena dress ini? Tadi saat umminya baru tiba di ballroom, pertanyaan pertama Arisa saat melihat Elaine adalah, "baju siapa ini?" Lalu Elaine menjawab jujur, bahwa dress dan jilbab yang dikenakannya adalah pemberian Adli. Mungkinkah karena baju ini, lalu umminya jadi curiga?

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang