395 - Kabar Duka

222 59 17
                                    

.

.

"Terima kasih, sudah menganggap Yunan seperti cucu kandungmu sendiri."

.

.

***

Dua bulan berlalu ...

Raesha mengaduh saat merasakan tendangan di perutnya.

"Adek nendang perut Ibu lagi, ya?" tanya Ishaq sambil mengintip perut ibunya di bawah meja makan dari kaca.

"Sepakbolawati beraksi lagi?" tanya Erika sambil mengunyah menu sarapan bubur ayam.

"Bu, plis jangan sebut calon cucu Ibu dengan sebutan 'sepakbolawati'. Perutku mules dengernya," kata Raesha meringis.

"Soalnya, dia hobi nendang. Siapa tahu dia nanti jadi atlet sepakbola wanita, ya 'kan?" komentar Erika sambil terus makan.

"Hm. Entahlah, ya," ucap Raesha dengan tatapan malas.

"Udah ada nama, Bu?" tanya Ismail.

"Belum. Belum ada ide," sahut Raesha dengan ekspresi gamang.

"Nanti minta nama sama Om Yunan aja!" usul Ismail ceria.

Raesha tersipu. Ia memang terpikir untuk minta nama pada Yunan, untuk anak ketiganya yang akan lahir insya Allah sebulanan lagi. Tapi nanti sajalah. Dulu nama kedua putranya, yang menentukan adalah Ilyasa. Sekarang, laki-laki yang paling dekat dengannya, siapa lagi kalau bukan Yunan? Yang jelas, nama belakang akan menggunakan marga milik Ilyasa, yaitu Ahn. Tapi depannya apa? Raesha sungguh nge-blank. Biar Kak Yunan saja yang tetapkan nanti.

"Kapan aku boleh telepon Om Yunan lagi? Aku kangeen!!" protes Ishaq.

"Nanti! Jangan sekarang, pokoknya! Ibu pusing kalo Om Yunan telepon!" omel Raesha.

"Kenapa gituuu? Yang telepon 'kan aku. Bukan Om Yunan," rengek Ishaq.

"Sama aja. Nurut aja. Nanti juga Om Yunan katanya mau ke Jakarta, tapi gak tau kapan," jawab Raesha.

"Kapaan??" tanya Ishaq manja.

"Dibilangin gak tau kapan!"

"Eh bumil gak boleh marah-marah," kata Erika mengingatkan.

Raesha istigfar. Belakangan dia makin baperan saja.

"Jam berapa kalian berangkat field trip ke Puncak?" tanya Raesha pada Ismail.

"Di jadwal, jam sembilan, Bu. Tadi aku lihat, bus-bus sudah parkir di luar gerbang madrasah," jawab Ismail.

Hari ini seluruh siswa-siswi madrasah, pergi field trip ke puncak, Bogor. Untuk pembelajaran dengan alam terbuka, katanya. Di antaranya mempelajari proses penanaman bibit padi dan buah-buahan, hingga panen hasil ladang.

"Beneran gak nginep? Apa gak capek itu?" tanya Erika.

"Iya gak nginep, Eyang. Katanya pulangnya malam," jelas Ismail sebelum meneguk segelas susu.

Tak lama kemudian, Ismail dan Ishaq pamit berangkat field trip.

"Hati-hati, ya, sayang. Ismail, sesekali cek rombongan adikmu," pesan Raesha pada putra sulungnya.

"Iya, Bu," sahut Ismail sebelum mencium tangan ibunya.

Kedua anak itu pergi menuju madrasah, melalui akses taman kolam.

"Gak salah itu? Bocah-bocah itu terpaksa pulang malam hari ini?" tanya Erika.

"Orang tua murid udah diinfo semua, kok. Anak-anak itu dijemput malam ini di madrasah. Kalau ada yang orang tuanya gak bisa jemput, nanti diantar sama guru yang bertugas," kata Raesha. Demikian info yang dia dapatkan dari salah seorang ustadzah di madrasah yang menggantikan tugas mengajar Raesha.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang