264 - Perjalanan

242 72 4
                                    

.

.

Mungkin mereka terikat dalam perjalanan ini, karena rasa cinta pada Syeikh Abdullah, yang bersumber pada rasa cinta pada Nabi Muhammad, yang kesemuanya tidak luput dari rasa cinta kepada Allah.

.

.

***

Polisi hilir mudik di dalam dan luar gedung. Garis batas dari kepolisian sudah terpasang.

Mahzar duduk di luar teras gedung, menutup mukanya yang basah karena banjir air mata. Pundaknya berguncang hebat. Sudah sejak sepuluh menit yang lalu, kondisinya seperti ini. Henry dan Dahlan menatap teman mereka dengan prihatin. Keduanya saling tatap.

"Sabarlah, Kak. Insyaallah Syeikh akan muncul. Mungkin Syeikh -- eh --," Henry diam kehabisan kata. Dia sendiri bingung apa yang terjadi tadi sebenarnya. Henry dan Dahlan tiba terlambat di Geneva Room, dan menemukan Mahzar bergelut dengan Oscar, berusaha merebut pistol milik Oscar. Lalu setelah Oscar berhasil diamankan, Mahzar bicara tentang Yunan yang menghilang tak jelas ke mana, tepat saat peluru pertama dilepaskan. Mahzar sudah menangis sesenggukan saat itu, membuat Henry dan Dahlan bingung bagaimana harus menghibur Mahzar. Mereka paham, Mahzar sangat dekat dengan Yunan, lantaran selama ini Yunan memang hanya dikawal oleh Mahzar seorang.

Dahlan berjongkok dan menepuk bahu Mahzar. "Kak, mungkin Syeikh Yunan ... dibawa ke tempat aman sementara. Mungkin," ucap Dahlan.

Mahzar melepas tangan dari wajahnya. Ekspresi Mahzar nampak sangat menyedihkan, dengan wajah dan mata merah, serta pipi basah kuyup.

"T-Tapi ke mana? Aku harus cari Syeikh ke mana??"sahut Mahzar lesu. Mahzar merasa hatinya kalut. Bagaimana dia harus menjelaskan pada Arisa, pada anak-anak Yunan, pada Zhafran yang menitipkan Yunan padanya?

Henry dan Dahlan saling tatap. Tentunya mereka tak punya jawaban dari pertanyaan Mahzar.

Suara langkah kaki terdengar keluar dari dalam gedung ke teras. Henry yang berdiri menghadap ke pintu masuk, ternganga mulutnya.

"S-Syeikh??" gumam Henry dengan mata melotot seolah baru melihat mayat bangkit dari kubur.

Mahzar dan Dahlan menoleh ke arah yang ditatap Henry. Yunan berdiri di sana, masih utuh tak kekurangan suatu apapun. Tersenyum seolah tragedi tadi di Geneva Room tidak terjadi.

"SYEIKH!!" Mahzar bangkit, berlari dan memeluk Yunan erat. Tangisnya kini membasahi jaket Yunan.

"Syeikh ke mana saja?? Ya Allah, Syeikh! Saya kira Syeikh -- " Kalimat Mahzar terputus. Tak sanggup ia mengutarakan segala pikiran buruknya sejak tadi.

Yunan membalas rangkulan Mahzar. Dia sudah menduga, Mahzar pasti menangisi kehilangannya.

"Saya gak apa-apa, Mahzar. Nanti saya jelaskan," jawab Yunan sambil mengusap-usap kepala Mahzar seolah Mahzar putranya.

"Mr. Yunan Lham, you're here?"

Polisi yang bertanya.

"Yes, Opsir," sahut Yunan.

"We need your statement on this case. Would you mind following us?"

 "Sure."

Yunan dan rombongan, pergi ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Hal yang sama terjadi seperti saat di India. Sepertinya mereka terpaksa harus menunda kepulangan ke Indonesia, setidaknya sampai kasus penembakan ini mereda beritanya.

Mahzar berjalan di belakang Yunan dan heran saat melihat sesuatu menempel di belakang jaket Yunan.

"Syeikh, ada sesuatu di belakang jaket Syeikh," kata Mahzar.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang