288 - Ruang Sempit

222 78 14
                                    

.

.

"Aku berharap, dari tulang sulbi mereka, akan terlahir orang-orang beriman."

~ Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam

.

.

***

"Check out jam berapa?" tanya Ilyasa pada istrinya.

"Jam dua belas," jawab Raesha sambil merapikan pakaian. Memisahkan pakaian kotor ke dalam plastik, lalu menyimpannya di koper.

Tanpa Raesha menyadarinya, langkah suaminya mendekat ke arahnya.

Tangan Ilyasa melingkari tubuh Raesha yang sedang duduk di tepi ranjang.

"Kalau begitu, masih ada waktu sebentar lagi," bisik Ilyasa di telinga istrinya.

Raesha menghentikan aktivitas beberesnya. Paham apa yang diinginkan suaminya.

"Rapi-rapinya nanti aja, sayang," ucap Ilyasa dengan napas berat. Ia melepas ikat rambut istrinya. Membiarkan rambut hitam yang berkilau itu, jatuh ke dada Raesha.

Raesha berbalik, menerima ciuman paling lembut yang pernah diberikan Ilyasa padanya.

Pipi Raesha memerah. Napasnya tersengal, menginginkan ciuman seperti itu lagi.

"Kamu suka?" tanya Ilyasa, saat jemarinya merayap pelan ke tengkuk istrinya, memberi sensasi geli yang menyenangkan bagi Raesha. Wanita itu mendesah. Ilyasa melepas baju kokonya.

Raesha mengangguk malu, mengiyakan pertanyaan suaminya. Jantung Raesha berdebar keras, seolah akan mengalami percintaan mereka yang pertama.

"Aku akan mengganti kesalahanku tadi malam," bisik Ilyasa, membuat seluruh tubuh Raesha meremang.

Gamis Raesha terlepas ke lantai, lalu keduanya bercinta. Percintaan paling indah bagi Raesha. Lebur sudah segala ganjalannya dengan suaminya. Hilang tak bersisa, menguap bersama embusan napas keduanya.

"Aku cinta kamu, Oppa."

Pernyataan cinta dari bibir Raesha, menjadi energi yang membakar keintiman mereka.

Tak lama, keduanya berbaring lelah di ranjang. Saat akan beranjak duduk, Raesha tiba-tiba memegang kepalanya.

"Kenapa, sayang?" tanya Ilyasa.

"Kepalaku agak pusing," jawab Raesha. Padahal dia ingin segera merapikan barang-barang, sebelum mereka check out.

Ilyasa turun dari ranjang. "Sebentar. Kadang di hotel ada obat. Kalau sekadar obat sakit kepala sih, --," ucap Ilyasa sambil membuka-buka laci.

Raesha menggeleng. "Aku mau minum vitamin aja. Atau buah," kata Raesha.

"Biar aku beliin vitamin. Tunggu di sini," Ilyasa berpakaian, lalu memastikan kunci mobil, dompet dan ponsel dibawanya.

"Iya. Maaf ya, sayang. Hati-hati."

"Kalau ada apa-apa, telepon aku," balas Ilyasa melempar senyum.

Pintu ditutup, setelah Ilyasa keluar dari kamar. Di ranjang, Raesha menggigit bibir. Percintaan mereka barusan, masih terngiang-ngiang di benaknya. Ia menutup muka sambil menjerit tertahan.

I love u, Ilyasa! I LOVE you!!

Bisa jadi, sakit kepala pasca bercinta ini, adalah karena terlalu bahagia. Bisa jadi.

.

.

Ilyasa senyum-senyum sendiri sepanjang berjalan di koridor menuju lift. Bahagia dengan percintaannya barusan dengan istrinya. Setidaknya, dia meninggalkan kenangan bercinta yang indah untuk istrinya. Bukan yang menyakitkan seperti tadi malam.

ANXI EXTENDEDWhere stories live. Discover now