335 - Surat

251 77 10
                                    

.

.

Jangan sampai Kak Arisa membaca ini! Jangan sampai!

.

.

***

Ismail dan Ishaq menghambur memeluk Raesha, saat melihat ibu mereka itu, keluar dari kamar, sudah rapi dengan gamis kasual dan jilbab instan, berjalan menuju ruang makan.

"Ibu makan bareng?" tanya Ismail seolah tak percaya.

"Iya sayang," jawab Raesha lirih, sembari mengelus kepala kedua putranya. Benar kata Arisa. Selama ini di saat dia malas makan, kedua anaknya mungkin merasa seperti ditinggal juga olehnya. Bukan hanya ditinggal oleh Ilyasa.

Selepas makan siang, Raesha menemani Ismail dan Ishaq bermain puzzle di kamar mereka. Anak-anak belum mulai sekolah lagi. Masih izin. Raesha ingin mengalihkan perhatian mereka, agar tidak kebanyakan melamun seperti dirinya.

"Raihan, tolong sapu teras depan dan teras samping. Kalau kotor sekali, dipel sekalian," kata Arisa pada putranya. Bebersih di luar, memang lebih ribet bagi yang bercadar. Terkadang, suka ada tukang kebun yang sedang membersihkan rumput. Maka sebaiknya Raihan saja yang mengerjakannya.

"Kheir, Ummi," sahut Raihan sebelum membawa sapu khusus untuk luar rumah.

Arisa melihat pintu kamar anak-anak yang masih tertutup. Pendingin ruangan sedang menyala di dalam sana. Syukurlah Raesha sudah menyempatkan diri untuk main dengan anak-anak, batin Arisa. Ini mungkin adalah tanda baik. Nanti saja surat itu diserahkan ke Raesha. Setelah Raesha selesai main dengan anak-anak.

Arisa ke kamar. Mengirim pesan untuk suaminya.

Sayang, gimana di sana? Siapa yang membantumu kalau mau ke kamar mandi? Kamu sudah makan?

Tak lama kemudian, Yunan merespon.

Baik-baik aja semuanya, sayang. Zhafran yang bantu aku ke kamar mandi. Aku mandi pagi sekali. Sempat hadir majelis Subuh, tapi Zhafran yang mengisi kajian. Sudah sarapan dan makan siang. Kamu sudah makan? Raesha, Ismail dan Ishaq gimana?

Arisa tersenyum sambil menghela napas. Berusaha terbiasa dengan suaminya yang bolak-balik menanyakan Raesha. Ismail dan Ishaq juga disebut, sih. Tapi yang pertama disebut biasanya adalah Raesha.

Aku sudah makan. Raesha tadi makan siang bareng di ruang makan. Anak-anak kelihatan senang. Sekarang Raesha lagi main di kamar Ismail dan Ishaq.

Tak lama sebelum Yunan membalas pesan itu.

Alhamdulillah. Uang yang kemarin, kamu pakai belanja aja. Kalau ada yang kurang-kurang di rumah Raesha.

Iya, sayang.

Arisa meletakkan ponselnya di nakas. Uang dari Yunan belum terpakai sama sekali. Masih utuh.

"Ummi," panggil Raihan sambil mengetuk pintu kamar.

Arisa membuka pintu. "Kenapa?" tanya Arisa.

"Tukang kebun katanya belum dibayar untuk bulan ini," jawab Raihan.

Arisa terdiam sesaat. Maksudnya, gaji tukang kebun belum dibayar? Tidak heran. Semenjak dua minggu lalu, hidup keluarga mereka gonjang-ganjing. Raesha dan Ilyasa juga bolak-balik mondar-mandir ke rumah sakit. Jangan-jangan tukang kebun itu sudah menunggu gajinya sejak saat itu.

"Tanya sama dia. Berapa dia biasa dibayar?" ucap Arisa.

"Iya, Ummi." Raihan menutup pintu dan kembali menemui tukang kebun yang sedang membersihkan kolam. Kemudian Raihan kembali pada umminya dan menyebut sebuah nominal angka.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang