257 - Surat Ancaman

385 73 9
                                    

.

.

Dare you come to Swiss, ...

.

.

***

Yunan menemukan istrinya tertidur di kamar, selepas pertemuannya malam ini dengan Zhafran dan Mahzar.

Teringat sesuatu, Yunan mengambil ponselnya dan mengetik pesan singkat.

Assalamu'alaikum, Ilyasa. Tolong sampaikan pada Raesha, aku baru saja tiba siang ini di tempat suluk. Syukran, Ilyasa.

Sempat ragu, namun ia kirimkan juga pesan itu. Siapa tahu, Raesha masih mencemaskannya. Masih teringat suara Raesha yang gemetar dan tangisnya yang menyentuh hati Yunan. Lagi-lagi, wajah Yunan terasa panas tiap mengingat itu. Ia menggeleng. Tidak. Dia harus menghilangkan pikiran ini. Perhatian Raesha adalah wajar, mengingat mereka dulu pernah dekat. Pernah. Itu bukan karena Raesha masih menyimpan cinta padanya.

Yunan mengacak poni rambutnya. Kacau. Dia selalu seperti ini tiap kali Raesha terlibat dalam hidupnya. Ekor mata Yunan kembali mengecek istrinya, khawatir istrinya akan menangkap tingkah janggalnya. Arisa cukup peka sebenarnya, sehingga terkadang Yunan merasa Arisa jangan-jangan sudah tahu perihal dirinya yang masih juga belum bisa menghilangkan perasaan 'tidak wajar' itu pada Raesha, adiknya yang tak sedarah dengannya.

Jantung Yunan bagai melonjak, saat notifikasi pesan masuk berbunyi dari ponselnya. Balasan dari Ilyasa.

Wa'alaikumussalam, Kak. Alhamdulillah Kakak sudah pulang. Sudah aku sampaikan pada Raesha.

Bagi Yunan, pesan balasan itu terasa singkat dan seperlunya. Tentu saja. Memangnya dia berharap apa? Ilyasa pasti sengaja membiarkan Raesha tidak punya akses langsung dengan dirinya. Memang sebaiknya begitu. Momen pertemuan langsung dengan Raesha waktu itu di gerbang madrasah, adalah momen langka yang menjadi memori indah bagi Yunan. Sekalipun bagi Raesha mungkin momen itu tidak terlalu istimewa, tapi bagi Yunan ...

Pandangan Yunan menerawang ke langit-langit kamar, lalu kembali menatap istrinya. Rasa bersalah membuatnya memejamkan mata. Ia memulai ritualnya sebelum tidur. Membaca beberapa ayat suci, lalu ditutup dengan ayat kursi dan do'a tidur. Jemarinya menggerakkan tasbih, sembari berdo'a, memohon pertolongan pada Yang Maha Menggenggam hati.

Di balik semua sangkaan baik orang-orang terhadap dirinya, sesungguhnya Yunan seringkali takut pada dirinya sendiri. Takut jika dirinya condong kepada godaan setan. Sebab setan tahu persis bagaimana cara menggoda manusia. Membuat sesat manusia yang fasik, terasa mudah bagi setan. Bahkan setan cilik pun bisa melakukannya. Tapi menyesatkan manusia yang ahli agama, tentunya lebih sulit. Namun setan-setan itu selalu menemukan caranya. Orang-orang alim, tentunya tidak akan mau disuruh melakukan dosa-dosa besar, tapi setan akan melakukannya dengan halus. Membujuk agar orang-orang saleh ini mengabaikan sunnah, dan mulai melakukan dosa-dosa kecil, memakan yang makruh, mengambil yang syubhat (tidak jelas), sembari membisikkan pada mereka, "ah tidak apa-apa. Ini hanya dosa kecil. banyak orang melakukan yang lebih parah dari ini. Kamu masih lebih baik dari mereka. Kamu 'kan sudah melakukan banyak hal baik selama hidupmu. Allah pasti mengampunimu."

Yunan menggenggam tasbihnya erat. Takut. Dia takut sekali.

Ya Allah. Selamatkan aku dari diriku sendiri.

.

.

"Kak Yunan sudah pulang?" tanya Raesha.

"Iya. Tadi siang," jawab Ilyasa, sebelum duduk di ranjang, di samping istrinya.

Raesha nampak gusar. Sebenarnya dia menunggu kelanjutan kabar dari Kak Yunan, tapi suaminya tidak menampakkan tanda-tanda akan adanya kalimat berikutnya.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang