383 - Perjalanan

164 52 3
                                    

.

.

Dan dalam rentang waktu yang panjang itu, Raesha Akhtar yang mengisinya.

.

.

***

Segelas air dingin infusion dengan potongan seiris buah lemon, diletakkan di nampan kayu mungil, bersamaan dengan setangkai bunga mawar putih dan tulisan 'Welcome' pada sebuah kartu putih.

Yunan tersenyum melihatnya. Adli berlebihan sekali menyambut kedatangan dirinya dan Mahzar. Padahal biasanya Yunan meminta disatukan saja kamarnya dan Mahzar, atau dirinya menginap di kamar Elaine, lalu Mahzar sendirian.

Yunan duduk di tepi kasur sebelum merapal basmallah, meneguk air dingin yang nikmat dengan rasa lemon, lalu mengucap hamdallah sesudahnya. Gelas itu kembali diletakkan di nampan.

Ponsel Yunan berbunyi. Telepon dari Erika.

"Yunaaaaannnn!!!" jerit Erika histeris.

Yunan tertawa. Khas Erika sekali. "Assalamu'alaikum, Bu. Sepertinya aku tidak perlu tanya Ibu sehat atau tidak."

"Wa'alaikum salam. Kamu sehat, sayang? Ibu kangen," suara Erika bergetar dan Yunan tahu wanita itu menangis di sana.

Yunan menghela napas dengan sorot mata lembut. Erika adalah salah satu yang selalu ada dalam do'a-do'anya. Erika, wanita istimewa yang membuat hidupnya berwarna. Erika seperti itu bagi banyak orang. Bagi Yoga Pratama, bagi anak-anaknya dan bahkan bagi anak-anak panti asuhan yang rutin dikunjungi Erika.

"Aku sehat alhamdulillah, Bu. Aku juga kangen sama Ibu," jawab Yunan.

"Kamu besok ke kantor notaris?" tanya Erika.

"Iya, Bu. Mungkin seharian di sana. Setelah dari kantor notaris, aku mau cek lokasi tanah. Selama ini belum pernah lihat lokasinya."

"Terus, besok lusa langsung pulang?"

"Iya. Tiket pulangnya sudah dipesan. Pagi jam sembilan."

"Yaaah kok cepet banget sih??" rengek Erika.

"Gak enak sama Zhafran, kalau kelamaan di sini. Dia yang pegang majelis sendirian, kalau aku pergi-pergi."

"Mampir sini, Yunan. Ibu bikin kue bolu. Tadi siang harusnya nitipin kue sama Haya, buat kamu. Eh Ibu lupa! Udah pikun kali, ya?"

"Wah. Kue bolu? Ibu jadi rajin masak sejak tinggal di rumah Raesha?"

"Iya. Alhamdulillah sisi kewanitaan Ibu terasah kembali di sini. Setelah lama tumpul karena tinggal di rumah gedong yang semua-semuanya diurusin pelayan."

Yunan tertawa. "Ya sudah. Nanti setelah makan malam, insya Allah aku ke sana."

"Gak sekarang aja? Biar makan malam bareng Ibu sama Raesha?"

Rasa panas menjalar di wajah Yunan. Membayangkan dirinya makan malam bersama Raesha, meski ada Erika juga di sana. Rasanya --

"Aku makan malam di sini saja, Bu. Gak enak. Adli sudah menyiapkan penyambutan yang gegap gempita di sini. Sampai ada welcome drink segala. Aku berasa menginap di suite room hotel bintang lima." Yunan terbahak.

"Adli mah emang lebay. Dia kayak Ayahnya." Erika meng-ghibah-i anaknya sendiri. Yunan cekikikan.

"Ya udah. Ibu tunggu kamu datang, ya. Eh tapi Raesha kok belum pulang, ya? Tadi katanya mau siap-siap pulang, tapi kok belum muncul juga."

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang