317 - Claire

199 76 7
                                    

.

.

Ternyata, keikhlasan baru benar-benar teruji saat kita bertemu langsung dengan orang yang pernah menyakiti hati kita dengan sakit yang sesakit-sakitnya.

.

.

***

Yoga masih nampak syok, mendengar nama Claire disebut Dana. Claire menjenguknya? Sekarang?

Dana bicara pada seseorang di luar pintu ruang ICU. "Masuklah," kata Dana.

Claire memasuki ruang ICU.

Yoga terperanjat melihat seorang wanita tua di hadapannya. Wanita itu bahkan masih terlihat anggun di masa tuanya. Meski kulitnya telah keriput dan rambut putih telah menghiasi kepalanya. Gaya Claire masih nampak berkelas meski telah berusia lanjut.

"Yoga, ... ," panggil Claire lirih. Wanita itu meneteskan air mata. Berbagai emosi menyesaki dadanya saat ini. Kerinduan membuncah, bercampur dengan kesedihan melihat putranya terbaring lemah tak dapat menggerakkan anggota badannya.

"M-Mau apa kamu ke sini??" tanya Yoga dengan suara bergetar.

"I-Ibu dengar, kamu --," jawab Claire dengan rasa takut, sebab jelas baginya, Yoga tidak menginginkan pertemuan dengannya. Dan dia mengerti kenapa alasannya.

"Masih berani kamu sebut dirimu 'Ibu'??" Air mata menetes di sudut mata Yoga, saat mengatakannya.

Claire menggigit bibirnya sebelum menjawab, "m-maaf, aku --"

"Apa maumu?? Kamu ke sini untuk melihatku mati?? Puas kamu melihatku sekarat? Ini 'kan maumu?" bentak Yoga.

"E-Enggak, Yoga! Aku --," Claire terisak. Kehabisan kata. Dengan kalimat semacam apa, dia akan menyambungkan tali yang telah terputus selama lebih dari empat puluh tahun?

"Pergi, kamu!! Kamu sudah lama membuangku! Untuk apa kamu di sini??" teriakan Yoga bercampur dengan tangis. Ingin meledak rasanya emosinya. Sekiranya dia bisa bergerak, mungkin dia sudah menyeret Claire keluar ruangan.

Claire menutup bibirnya. Matanya terpejam saat jatuh berlutut dan menangis sesenggukan.

Yoga membuang muka. Tahu kalau Claire masih ada di sana. Bahu Yoga gemetar saat menangis. Kenapa?? Kenapa Dana tega memasukkan wanita ini kemari?

Claire. Wanita berdarah dingin yang pergi meninggalkannya dan tak pernah memberi kabar barang sekalipun selama lebih dari empat puluh tahun lamanya. Sebegitu tak berharganya kah Yoga di mata wanita ini? Hingga ia dianggap layaknya anak orang lain saja.

Tidak!! Yoga tidak akan memaafkannya! Wanita itu pantas diusir dari hidupnya!

Tangis Yoga terhenti tiba-tiba. Tenggorokannya tercekat. Padahal baru saja dia menasehati Raesha untuk memaafkan orang yang membunuh Ilyasa. Tapi ternyata dirinya sendiri belum bisa ikhlas memaafkan Claire. Padahal selama ini dipikirnya menghadiri majelis telah membersihkan hatinya.

Ternyata, keikhlasan baru benar-benar teruji saat kita bertemu langsung dengan orang yang pernah menyakiti hati kita dengan sakit yang sesakit-sakitnya.

Yoga mendengar suara tangis Claire mereda. Lalu terdengar suara Claire yang bangkit dari posisi berlututnya. Wanita itu berdiri sekarang, lalu suara hak sepatunya terdengar saat ia berjalan menuju pintu ruangan.

Yoga memejamkan mata. Inikah akhirnya? Pertemuan yang buruk, setelah hubungan yang buruk selama puluhan tahun, lalu diakhiri dengan pengusiran oleh Yoga, tanpa pernah mendengar penjelasan apapun dari Claire, lantaran Yoga sama sekali tidak memberi Claire kesempatan untuk menjelaskan?

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang