240 - Raihan Rayya

257 93 19
                                    

.

.

"Aku akan mengirim Raihan ke pesantren Ustaz Umar!"

.

.

***

"Assalamu'alaikum!"

Tok! Tok! Pintu rumah diketuk oleh tangan mungil Raihan. Di usianya yang ke-lima, anak lelaki itu makin mirip Yunan. Poni lurusnya rapi menutupi kening.

"Wa'alaikumussalam. Kamu, Raihan? Pasti mau ngajak main Rayya, 'kan?" tebak Maryam tersenyum manis.

"Iya, Tante Maryam. Rayya lagi ngapain?" tanya Raihan dengan wajah polos.

"Rayya baru aja mandi. Lagi nunggu dijemput main sama kamu."

Maryam geli melihat jawabannya membuat Raihan tersipu malu.

"Kak Raihan, ya Bu??" seru Rayya dari dalam rumah. Muncul di muka pintu dengan wajah imutnya. Kecantikan a la Eropa menurun dari ibunya. Rambutnya ikal mirip Haya.

"Ayo kita main ke bukit, Rayya!" Tanpa meminta izin ibunya, Raihan meraih tangan Rayya dan mengajaknya berlari di koridor kayu.

"Apa kita akan metik buah seperti kemarin, Kak?" tanya Rayya yang pipinya bersemu merah. Selalu bersemangat tiap diajak main Raihan. Raihan belum bisa mengajak Elaine main bersama mereka, sebab Elaine masih terlalu kecil. Berjalan pun Elaine belum bisa. Jadi Rayya adalah teman satu-satunya yang bisa diajaknya berlarian di bukit.

"Iya! Nanti kita petik buah seperti kemarin lagi!" sahut Raihan ceria.

"Mainnya jangan telalu jauh, ya!" teriak Maryam geleng-geleng. Kalau mainnya sama Raihan, Maryam tenang-tenang saja. Insyaallah aman.

Dua anak itu berlarian di antara bunga mawar.

"Kak Raihan, aku mau bunga mawar yang merah ini!" tunjuk Rayya ke salah satu bunga mawar merah yang merekah.

"Awas, bunga itu ada durinya. Biar Kakak ambilin," kata Raihan memetik setangkai bunga mawar dengan hati-hati. Saat bunga itu berhasil diambilnya, Raihan menyematkan bunga mawar itu ke telinga Rayya.

"Kamu cantik, Rayya. Lebih cantik dari bunga manapun yang ada di bukit ini," puji Raihan dengan ekspresi malu. Rasa malu itu membuat Rayya tertunduk mengulum senyum.

"Ayo kita ke sebelah sana!" Raihan menggenggam tangan Rayya dan menariknya, seolah Rayya miliknya yang bisa dibawanya ke mana saja dia mau.

.

.

Setahun kemudian ...

Pagar pembatas proyek madrasah, telah dilepas. Plang madrasah telah resmi dipasang. Madrasah Nurul Hasanah. Madrasah Ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah sekaligus dalam satu bangunan. Ketiga level madrasah itu, telah resmi dibuka dan kuota angkatan pertama telah penuh untuk tahun ini.

"Dengan mengucap 'bismillahirrahmaanirrahiim', dengan ini madrasah Nurul Hasanah resmi dibuka!" ucap Ilyasa sambil menggunting pita peresmian. Orang-orang bertepuk tangan seraya mengucap hamdallah. Seorang guru pengajar madrasah, yang adalah teman Ilyasa, membacakan do'a-do'a yang diaminkan oleh para undangan.

Duduk di barisan VVIP, Yoga Pratama dan istrinya, lengkap beserta pasukan keluarga Danadyaksa. Dana, Adli, Haya turut serta. Yoga berharap bisa punya anak ketiga dari Erika, tapi hal itu belum juga terjadi. Jadi ya sudahlah. Dia sudah lebih dari bahagia, memiliki Adli dan Haya. Arisa datang bersama Raihan dan Elaine, mewakili suaminya yang secara kebetulan sedang ada undangan ke Turki.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang