344 - Pelantikan

227 75 10
                                    

.

.

"Nah. Setelah megang bunga, kamu jadi makin mirip pengantin."

.

.

***

Semua orang berdiri di luar lobi. Mengantar kepergian Yunan dan Mahzar menuju bandara. Supir keluarga Danadyaksa, yang mengantar mereka.

"Ka-lau ada a-pa-apa, ka-sih tahu a-ku," kata Yunan pada Arisa.

"Iya, sayang. Hati-hati," ucap Arisa. 

Elaine dan Raihan mencium tangan Abi mereka. 

"Fii amanillah, Kak," kata Raesha mengatupkan tangan.

Yunan terdiam sesaat sebelum merespon, "ma'assalamah." Dia tidak berani menatap Raesha lama-lama, dan lebih memilih masuk ke dalam mobil. 

"Ada apa, Kak? Tadi aku dengar ada ribut-ribut di ruang tamu," bisik Adli yang berdiri di samping Raesha.

"Kak Yunan baru tahu kalau ada dua polisi preman berjaga di luar rumahku," jawab Raesha balas berbisik.

Adli melotot. "Ada polisi preman berjaga di luar rumahmu, Kak? Kenapa??" tanya Adli terkejut. Dia juga baru tahu. 

"Iya. Polisi curiga, pelaku juga dendam pada Kakak, makanya mereka sengaja pasang polisi preman untuk jaga rumah Kakak."

"Kak! Bukankah itu bahaya sekali?? Perlukah aku tambah keamanan di rumah Kakak? Aku kirimkan beberapa body guard dari sini ya, Kak? Berapa orang yang Kakak perlukan? Tiga atau empat cukup?" desak Adli.

Manik mata Raesha mengerling. "Oh plis jangan lebay juga kayak Kak Yunan, Adli."

"Kok lebay, sih? Emang Kak Yunan ngapain?" 

"Kak Yunan tadinya mau nginep di rumah Kakak, sampai pelakunya tertangkap," jawab Raesha malu.

Adli menahan tawa yang nyaris lepas.

Muka Raesha merah. Tuh 'kan. Adli aja mau ketawa.

Mobil yang membawa Yunan dan Mahzar melesat keluar gerbang. Yunan melempar pandangan ke luar kaca mobil. Dirinya sendiri tak percaya memutuskan itu tadi. Menginap di rumah Raesha sampai pelaku pembunuh itu tertangkap? Berapa lama itu? Sangat tidak jelas. Padahal bukankah dia punya banyak rencana? Dia harus memperbanyak durasi terapinya, agar pulih lebih cepat. Berapa banyak kelas mengajar yang telah dia lewatkan? Apa dia sudah gila? Rela mengorbankan semua itu, hanya karena rasa cemasnya dengan keselamatan Raesha. Padahal, Yoga dan Adli berkorban banyak untuk mengurusi perusahaan, supaya bisa membiayai dakwahnya. Bukankah semestinya dia melakukan hal yang sama dengan dakwahnya? Melakukan yang jadi bagiannya. 

Fokus! Fokus, Yunan!  Yunan menjitak kepalanya sendiri. Mahzar pura-pura tak melihat kejadian langka itu. Padahal biasanya Yunan bisa menutupi gejolak emosinya. Ada apa sih sebenarnya? batin Mahzar berusaha setengah mati agar tidak kepo.

.

.

Sehari berselang ...

Ballroom kantor Danadyaksa Corp., dihias dengan warna dominan hitam, sebagai perlambang masa berkabung, selepas wafatnya pionir perusahaan, Danadyaksa, dan putranya Yoga Pratama yang wafat sebelum Dana. 

Hanya beberapa sapuan warna emas di sana-sini, berbentuk pita dan renda alas meja hidangan makanan dan minuman, mempercantik interior acara pelantikan Adli sebagai C.E.O menggantikan almarhum Yoga. Berbagai jenis minuman, tersedia di pojok deretan hidangan. Sirup, koktail, fruit punch. Tapi jelas tak ada lagi wine yang dulunya masih dihidangkan di zaman pelantikan Yoga. Dana saat itu belum tertular hijrahnya Yoga. Ini adalah pertanda bahwa hijrahnya Yoga bisa dibilang telah sukses diadaptasi oleh Adli sebagai penerusnya.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang