385 - C.i.n.t.a

197 63 8
                                    

.

.

Bukankah seseorang akan menjeritkan nama yang paling dicintainya, saat ia menginginkan hatinya yang luka dibasuh?

.

.

***

Api amarah Yunan menyala di bola matanya. Raesha segera menggeser tubuhnya dan turun dari mobil Malik.

Malik spontan ikut turun. "Sabar, Syeikh Yunan."

Tatapan Yunan beralih ke Malik. Ia tidak yakin, tapi bisa jadi panggilan 'syeikh' yang meluncur dari mulut Malik, adalah sindiran.

"Jangan ikut campur, Malik. Kita akan perlu bicara empat mata, tapi nanti."

Raesha nampak bingung, menatap kedua pria di hadapannya bergantian.

"Kakak dan Malik saling kenal?" tanya Raesha.

Yunan diam bergeming.

"Ya. Kebetulan, kami teman lama. Benar 'kan, Syeikh?" ceplos Malik dengan senyum mengembang.

Yunan hanya menatap tajam ke arah Malik. Meski di luar terkesan tenang, Malik sebenarnya bergidik juga melihat cara Yunan menatapnya. Yunan berubah, sejak terakhir kali Malik bertemu dengannya, tepatnya di malam yang semestinya adalah malam dimana Malik melamar Arisa. Mestinya. Tapi malam itu nahasnya malah menjadi malam pernikahan Yunan dan Arisa.

"Masuk ke dalam duluan, Rae. Nanti Kakak menyusul," kata Yunan dengan dagu mengarah ke rumah Raesha, berusaha mengatur emosinya agar tidak terdengar membentak.

Raesha menoleh ke arah Malik, seolah ingin berpamitan, atau mungkin sekaligus ingin minta maaf atas perlakuan buruk Yunan padanya, yang entah karena alasan apa.

"Gak perlu pamit segala. Masuk ke dalam. Sekarang." Titah Yunan terdengar sangat dingin. Raesha bingung, kenapa Yunan jadi begini?

"Gak apa-apa. Pulanglah, Raesha," kata Malik tersenyum lembut pada Raesha.

"Jangan panggil namanya sesukamu! Kamu pikir dirimu siapa??" Yunan naik pitam. Malik sungguh tahu cara memancing emosinya.

"Kak! Jangan gitu sama Malik! Dia udah berbaik hati nolongin aku! Nyariin aku tukang bengkel! Nganterin aku pulang!" protes Raesha. Tidak terima teman yang telah menolongnya, dibentak-bentak.

Sorot mata tajam menyalang, kini kembali mengarah ke Raesha.

"Masuk ke rumah."

Tiga kata dari Yunan yang terdengar disertai emosi yang diredam itu, membuat Raesha berjalan cepat memasuki pagar, lalu membuka pintu depan dan menutup pintu itu kembali.

Yunan kini berdiri berhadap-hadapan dengan Malik.

"Long time no see. Kaifa haluk (bagaimana kabarmu), Syeikh Yunan?" tanya Malik, mencampur bahasa Inggris dengan bahasa Arab.

"Aku tidak perlu basa-basimu. Kamu tahu persis kalau Raesha adikku, tapi tetap menerima permintaan dakwah di stasiun TV itu. Kamu bahkan sempat pura-pura seolah aku tidak mengenalmu, saat video call di studio waktu itu. Aku tidak tahu apa motifmu di balik semua itu. Dan aku tidak mau tahu. Jaga jarakmu dari Raesha. Ini terakhir kalinya kamu mengantar dia pulang. Paham?"

Tanpa menunggu respon Malik, Yunan masuk ke dalam rumah Raesha, seolah itu rumahnya sendiri.

Malik melengos. Yunan memang tidak bisa diajak bercanda. Terlalu serius. Payah.

.

.

"Mana Raesha?" tanya Yunan dengan wajah angker.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang