275 - CCTV

247 73 4
                                    

.

.

"Ayah, plis. Ayah harus berusaha menghentikan kebiasaan buruk ini. Bagaimanapun, memata-matai orang lain itu tidak baik, Yah."

.

.

***

Pintu ruang kerja Yoga diketuk.

"Ayah, ini aku."

"Masuklah," sahut Yoga yang masih berada di dalam ruangan bersama Yunan.

Pintu terbuka. Adli yang jangkung, membuat Elaine yang berdiri di sampingnya, nampak imut.

"ABIII!!" Elaine memeluk Yunan erat. Tangisnya berderai.

"Iya, sayang. Abi gak apa-apa. Sudah, sudah," hibur Yunan mengelus kepala Elaine yang terlapisi jilbab putih seragamnya.

Adli tersenyum melihat Elaine melepas rindu dengan Abinya.

"Assalamu'alaikum, Kak Yunan," sapa Adli sopan.

 Elaine melepas pelukannya dan mengusap air mata, sementara Adli mencium tangan Yunan. Sama calon mertua, harus sopan, batin Adli cekikikan.

"Wa'alaikumussalam. Makasih Adli. Udah dibikin repot sama Elaine. Kakak dengar, tiap hari kamu anter Elaine ke sekolah ya?" kata Yunan menyunggingkan senyum.

"Ah gak apa-apa, Kak. Aku dengan senang hati anter Elaine ke sekolah tiap hari. Maunya sih jemput juga tiap hari, tapi jarang-jarang aku bisa jemput dia kayak hari ini. Ini kebetulan aja, aku lagi ada meeting di luar sama klien, jadi aku sekalian ke madrasah jemput Elaine dan Haya, sebelum pulang," jelas Adli malu-malu.

Yoga menatap putra kandungnya dengan sorot mata datar. Halah. Emang dasar kamunya aja yang kegirangan barengan terus sama Elaine!

"Ini koper Kakak? Aku bawain ke kamar Elaine, ya?" kata Adli menawarkan diri, seraya menarik pegangan koper hitam di samping kursi yang diduduki Yunan.

"Lho? Kopermu gak dikasih aja ke supir?" tanya Yoga pada Yunan dengan mimik heran.

"Enggak. Tadi aku emang mau bawa sendiri. Nanti ngerepotin kamu, Adli. Biar Kakak bawa sendiri aja," tolak Yunan lembut.

"Enggak repot sama sekali, Kak! Sini kubawain!" tegas Adli sambil menarik koper milik Yunan.

Yunan mendesah dengan senyum pasrah. Yah. Namanya juga anak kandungnya Ayah Yoga, batinnya. Pemaksa juga, kayak ayahnya.

"Aku ke kamar dulu, Abi. Mau ganti baju," kata Elaine pamit.

"Iya. Abi nanti nyusul," sahut Yunan mengusap kepala putrinya.

Elaine pergi menyusul Adli yang membawa koper. Yoga memberi isyarat mata pada Yunan.

Yunan cekikikan. "Kenapa sih, Yah?"

"Jadi kamu udah tau kalau mereka -- Adli dan Elaine --," pertanyaan itu tak dilanjutkan oleh Yoga, tapi Yunan memahaminya.

"Sudah tahu. Cukup jelas kok," jawab Yunan mengangkat bahu.

"Kamu gak khawatir?" tanya Yoga memicingkan mata.

"Enggak. Kalau mereka berjodoh, mereka bakal jadi pasangan halal. Kalau enggak, mereka akan terpisah dan berjalan di jalannya masing-masing. Kita liat aja gimana ending-nya," kata Yunan santai. Dalam hati, Yunan membayangkan dirinya dan Raesha yang kini berjalan masing-masing. Padahal dulu dia pernah membayangkan jadi suami Raesha, tapi takdir berkata lain.

"Kamu gak keberatan kalau misalnya Elaine nanti nikah sama orang kayak Adli yang gak jelas bisa disebut saleh atau enggak?" tanya Yoga lagi.

Yunan menyipitkan mata. "Ayah pesimis sama kesalehan anak kandung Ayah sendiri?"

ANXI EXTENDEDWhere stories live. Discover now