253 - Delhi

269 87 5
                                    

.

.

Dia merasa tidak boleh egois. Sebab kali ini, persoalannya menyangkut nyawa.

.

.

***

Mahzar berlari keluar dari parkiran basement, menaiki akses ke jalur samping gedung. Ia merutuki dirinya yang tadi kurang peka saat Yunan nyaris tertembak di koridor gedung. Nyaris. Alih-alih melindungi Yunan, yang terjadi adalah, Yunan tadi menyelamatkan nyawanya.

Kaki Mahzar menyentuh jalanan aspal di sisi kiri dari bangunan pertemuan. Suara jeritan orang-orang, serta tembakan peluru bersahutan terdengar  lebih jelas, seiring langkahnya mendekati area pintu masuk gedung.

Mahzar tiba di ujung sudut bangunan. Pria berkulit langsat itu, melirik waspada ke arah baku tembak yang tengah berlangsung di teras lobi. Mahzar menahan napas saat melihat peluru si pelaku mengenai dada seorang staf keamanan gedung. Pria India yang malang itu menjerit kesakitan, sebelum terjatuh pingsan, atau mungkin dia mati di tempat.

Bibir Mahzar gemetar. Dia sungguh tak membayangkan adegan film laga ini akan dialaminya sendiri. Dia belum mengucapkan kata-kata terakhir untuk istri dan anak-anaknya di rumah. Kalau tahu akan seperti ini ...

Terdengar suara teriakan berdebat, antara si pelaku teror penembakan, dengan pria di dalam mobil jeep yang baru saja datang secepat kilat. Mahzar paham bahwa mobil itu hendak menjemput tiga orang pelaku. Seorang pelaku memasuki mobil. Lalu pelaku kedua.

Mahzar berlari keluar dari persembunyiannya. Suasana sangat kacau. Jeritan ketakutan masih terdengar di sana-sini, lalu suara mesin mobil membuat langkah kaki Mahzar tak terdengar.

Pelaku terakhir, kini hanya berjarak semeter dari Mahzar. Punggung pria tegap itu, hendak berbalik karena mulai menyadari keberadaan seseorang di belakangnya.

Mahzar memicingkan mata. Mempercepat larinya. Ini sangat beresiko, sebenarnya, ia tahu. Mahzar tak membekali dirinya dengan senjata apapun, selain kemampuan bela dirinya. Terlambat sedikit saja, pria itu tinggal menarik pelatuk, lalu ia mungkin akan dilumpuhkan dalam sekejap. Atau jika sudah waktunya, Mahzar mungkin akan kehilangan nyawanya dalam hitungan detik.

Mahzar berteriak saat melompat dan menerjang pria berkulit gelap itu, yang sepertinya adalah orang asli India. Jelas orang suruhan. Sementara orang di balik layar masih misteri. Jika Mahzar membiarkan satu orang ini lolos, sang pelaku utama mungkin akan lebih sulit diidentifikasi.

Kedua pria itu bergelut di lantai aspal. Mahzar menahan pergelangan tangan pria itu, mengarahkan moncong pistol ke arah selain wajahnya.

Jeritan para pengunjung terdengar, terutama dari para wanita yang tak berani melihat jatuhnya korban lain. Sementara di dalam lobi, para staf kocar-kacir, sibuk menghubungi rumah sakit, dan berusaha menahan laju keluarnya darah dari dada staf keamanan yang terluka. Pria yang tertembak itu masih bernapas ternyata.

Mahzar berguling dan membiarkan posisi lawannya berada di atasnya, saat menyadari rekan penjahat itu berusaha menembaknya dari dalam mobil. Tembakan itu malah melesat mengenai punggung temannya sendiri. Mereka yang berada di mobil, kini saling memaki dengan bahasa India. Mereka memutuskan kabur meninggalkan temannya yang tertembak. Ini jelas di luar rencana. Mereka akan kena marah bosnya. Pasti itu.

Pistol otomatis terlepas dari tangan lawan Mahzar, karena rasa sakit akibat peluru yang mengenai tulang punggungnya. Mahzar mengambil pistol dan membawa pria itu ke teras lobi. Tak lama, polisi datang dan memborgol si pelaku. Ambulans datang sesaat kemudian, membawa korban tembak.

Mahzar kembali menemui Yunan di basement.

"Ya Allah! Kamu berdarah, Mahzar??" seru Yunan terkejut saat melihat ada darah di baju Mahzar.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang