272 - Rumah Sakit

216 76 19
                                    

.

.

Akan kuingat namamu. Semoga kelak Allah pertemukan kita di telaganya Nabi Muhammad.

.

.

***

Perban putih melilit sepasang mata Mahzar, hingga ke belakang kepalanya. Mahzar dalam posisi berbaring. Yunan melangkah pelan ke dalam ruang rawat inap. Mahzar baru dipindah ke sini, setelah sebelumnya dirawat di ruang gawat darurat.

Mahzar nampak tidak bereaksi. Tidurkah dia? batin Yunan.

Yunan teringat percakapan dengan dokter mata yang merawat Mahzar, beberapa saat yang lalu.

"Deviendra-t-il aveugle?"(Apa dia akan jadi buta?)

Pertanyaan Yunan pada dokter, tadi, diucapkan dengan suara gemetar. Air matanya jatuh tak dapat ditahan. Membayangkan Mahzar kehilangan pengelihatannya karena terkena ledakan bom saat mengawal dirinya, membuat Yunan merasa hancur hatinya. Bagaimana dia harus menjelaskan itu pada keluarga Mahzar?

Dokter laki-laki itu, tidak langsung menjawab pertanyaan Yunan. Dia memperlihatkan hasil scan mata Mahzar. Hasil pemeriksaan itu, kini diterangi cahaya. Sang dokter menjelaskan dengan bahasa Perancis.

"Selon les polices, la bombe est assemblée avec des clous et du poivre." (Menurut polisi, bom itu dirakit bersama dengan paku-paku dan merica)

Yunan merasa ngilu mendengar kata 'paku'. Ia buru-buru menoleh ke arah hasil scan mata milik Mahzar, namun tak ditemukannya benda mirip paku di sana. Mungkinkah paku itu jatuh setelah mengoyak mata Mahzar? Tubuh Yunan lemas membayangkannya.

"Beruntung, paku itu tidak mengenai matanya. Merica memang sengaja disertakan pada bom, dengan maksud untuk membuat mata terasa pedih."

"Lalu, menurut dokter, apa matanya bisa sembuh?" tanya Yunan lagi.

"Kemungkinan dalam seminggu atau kurang dari itu, mata Tuan Mahzar bisa pulih. Matanya sudah diobati. Nanti kita coba lepas perbannya dan kontrol lagi ke sini."

Yunan bersandar di kursi sambil menghela napas lega. Itu berita bagus. Setelah sebelumnya Dahlan sudah terbangun dari pingsannya. Menurut dokter, Dahlan hanya menderita luka ringan. Luka Henry lebih parah. Henry belum juga siuman, tapi luka pada punggung dan kakinya sudah diobati dan diperban. Ada luka jahit juga, dan beberapa paku yang menancap di tubuhnya, sudah dicabut.

Sekarang, Yunan memasuki ruang rawat inap Mahzar. Yunan duduk di samping Mahzar tanpa menimbulkan suara. Ia menyentuh perban yang menutupi mata Mahzar dan air mata Yunan kembali menetes.

Yunan terkejut saat tangannya dicengkeram kuat.

"Kamu sudah bangun, Mahzar?"

"Syeikh?" Mahzar bertanya balik.

"Ya. Ini saya, Mahzar," jawab Yunan sambil menggenggam erat tangan Mahzar.

"Syeikh baik-baik saja? Syeikh beneran gak luka, 'kan?"

Pertanyaan itu membuat pipi Yunan makin basah. Dari semua hal, kenapa Mahzar malah menanyakan keadaannya?

"Saya gak apa-apa, Mahzar," jawab Yunan dengan suara gemetar.

"Kenapa semuanya gelap? Apa saya jadi buta?"

"Enggak, Mahzar! Matamu perlu diperban. Bom itu mengandung paku dan merica, tapi dokter bilang, tak ada paku yang masuk ke matamu. Insyaallah dalam seminggu atau kurang, perbanmu akan dilepas. Nanti kita kontrol lagi ke sini," jelas Yunan sambil mengusap kepala Mahzar.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang