368 - Curiga

198 62 3
                                    

.

.

"Kami akan menjalani hidup yang sederhana, 

mensyukuri yang diberikan Allah pada kami di setiap harinya. 

Mengisi hidup kami dengan kemanfaatan."

.

.

***

Kedua mobil yang beriringan, memasuki area parkir di luar masjid. Yunan harus membangunkan Raihan yang kembali tertidur pulas macam bocah saja. Raihan ngeloyor masuk duluan ke akses samping menuju tempat suluk, sambil menutup mulutnya yang menguap. Sementara Yunan menghampiri Mahzar, menawarinya menginap karena malam sudah larut, tapi Mahzar menolak dengan halus. Merasa sungkan lantaran malam ini tempat suluk dihuni keluarga Yunan.

"Syukran, Mahzar," ucap Yunan saat Mahzar pamit pulang ke rumahnya dengan sepeda motor.

Yunan menghampiri mobil rombongan Adli cs. Adli terlihat sedang membungkuk di bangku belakang mobil, membujuk Ishaq dan Ismail untuk bangun tidur. Sementara para wanita dan supir sudah keluar dari mobil. 

"Ismail Ahn! Ishaq Ahn! Ayo bangun! Jangan nyusahin Om Adli!" omel Raesha yang merasa bersalah karena kedua bocahnya selalu ada saja tingkahnya. Padahal biasanya tidak begini. 

"Mereka gak mau bangun?" tanya Yunan.

"Iya, Kak. Susah banguninnya," jawab Adli yang berusaha menarik lengan Ismail.

Mendengar suara Yunan, Ishaq dan Ismail membuka kelopak mata mereka separuh. 

"Aku mau digendong Om Yunan," kata Ishaq.

"Aku juga mau!" rengek Ismail ikut-ikutan adiknya.

"Gak boleh! Gak boleh digendong Om Yunan lagi!" Raesha akhirnya naik pitam juga. Dia hendak masuk kembali ke dalam mobil, bermaksud akan menyeret paksa anak-anaknya.

"Gak apa-apa, Rae. Kamu gak usah naik ke dalam mobil lagi. Jangan banyak gerak. Biar aku gendong anak-anak," cegah Yunan sebelum meminta Adli keluar dari mobil. Yunan kemudian membujuk Ismail dan Ishaq untuk turun dari mobil, membawa kedua anak itu di gendongannya.

"Biar Ishaq aku aja yang gendong, Kak," kata Adli menyodorkan tangannya, bermaksud ingin berbagi beban dengan Yunan. Tidak tega melihat Yunan bolak-balik menggendong Ismail dan Ishaq. Gendongnya sekaligus dua pula.

"Gak mauu! Maunya sama Om Yunaan!" Ishaq merajuk dengan suara manja, sambil mengeratkan rangkulannya yang melingkari hingga belakang leher Yunan.

"Oh hatiku," gumam Adli sambil memegang dada kirinya, dengan tampang sok disedih-sedihkan lantaran merasa ditolak Ishaq.

Haya dan Elaine tertawa geli melihatnya. Sementara Erika diam saja dengan mata sudah lima watt. Tadi di jalan, dia sempat tertidur. 

"Gendong Ibu aja, sini," kata Erika pada Adli.

"Hih! Ibu bercanda, 'kan? Ibu berat gitu! Ntar tanganku salah urat, gimana??" tolak Adli tegas.

"Ya tinggal dibenerin aja uratnya," sahut Erika sambil menutup mulutnya saat menguap.

Adli memicingkan mata. Menggendong Erika, jelas bukan ide bagus, kecuali dalam keadaan darurat. Sementara saat ini, Erika nampak sehat wal afiat. Paling cuman mengantuk saja.

"Halah. Kalo disuruh gendong Elaine, paling kamu mau," seloroh Erika dengan senyum nakal.

"J-Jangan ngasal, Bu. Ngapain aku gendong Elaine, coba?" ucap Adli gelagapan, sambil melihat di sudut matanya, Yunan melirik ke arah dirinya dan Elaine yang kini tertunduk malu gegara candaan Erika.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang