261 - Piramid

224 76 3
                                    

.

.

Sudah matikah aku?

.

.

***

"Seseorang mendekatinya, Kak."

Laporan Henry membuat Mahzar makin was-was. Oscar adalah yang dimaksud oleh Henry. Oscar, pria yang bertanya dengan cara yang kurang elok, akhirnya terpaksa diusir keluar ruang pertemuan Geneva Room, lantaran tetap ngotot setelah dijawab pertanyaannya oleh Yunan. Khawatir Oscar akan mengganggu kenyamanan diskusi, terpaksa Yunan meminta panitia untuk mengusir Oscar keluar, meski permintaan itu bukan secara langsung, melainkan melalui isyarat mata.

"Orang itu datang dengan mobil jeep. Dia datang berdua. Ada satu orang lagi yang masih di dalam mobil. Oscar dan laki-laki yang turun dari jeep itu, sekarang saling bicara. Kelihatannya mereka memang saling kenal. Mungkin temannya."

"Awasi mereka. Sebentar lagi acara diskusi selesai. Kalau sudah selesai, Dahlan nanti langsung stand by di depan pintu Geneva Room. Bantu saya buka jalan buat Syeikh. Saya akan bicara pada Syeikh. Mungkin sebaiknya tidak perlu ada sesi salaman. Saya merasa tidak nyaman. Sebaiknya kita segera bawa Syeikh ke hotel," kata Mahzar yang perutnya mulai terasa melilit. Perasaannya tidak enak sejak orang bernama Oscar itu seperti ingin membuat ulah di dalam ruang pertemuan. Dan mengingat Oscar ternyata masih berada di luar gedung -- entah apa yang dilakukannya di sana, karena orang normal biasanya akan langsung pulang kalau diusir seperti itu -- Mahzar jadi merasa ingin cepat-cepat memboyong Syeikh ke hotel. Keamanan di hotel bintang lima, tentunya lebih baik dibanding di gedung pertemuan ini yang siapapun bisa masuk ke dalam.

"Oke siap," sahut Dahlan dan Henry.

Tak lama, Henry kembali melapor.

"Oscar diberikan sesuatu oleh temannya."

"Apa itu??" tanya Mahzar penasaran.

"Sebentar ... oh, cuma jaket."

"Jaket? Apa Oscar memakai jaket itu?" tanya Mahzar lagi.

"Tidak. Jaketnya disampirkan di lengan Oscar. Temannya sekarang berjalan kembali ke arah parkiran. Kelihatannya menuju jeep tadi. Ah benar. Dia masuk ke dalam mobil jeep."

Mahzar mulai gelisah. Merasa ada skema mencurigakan yang akan berlangsung.

Acara diskusi mencapai akhir. Puluhan orang menjadi mualaf siang itu. Yunan masih juga belum terbiasa dengan momen luar biasa itu. Orang-orang itu datang kemari mungkin tidak membayangkan bahwa jalan hidupnya akan berubah. Mereka pikir mungkin acara ini sama seperti seminar-seminar biasa yang mereka hadiri. Tapi rupanya mereka pulang membawa Islam bersama mereka.

Orang-orang sekuler dan ateis, punya bercandaan tentang agama. Mereka bilang, mestinya tiap-tiap bayi yang lahir ke dunia, tidak perlu diarahkan agamanya. Biarkan saja dalam keadaan tidak beragama, lalu nanti saat mereka cukup dewasa untuk berpikir, barulah mereka mulai 'shopping agama'.

Padahal bagi orang-orang alim yang paham dan diturunkan pemahaman dari para ulama, tentunya mengerti mengapa keturunan kita harus dibekali dengan pengetahuan tentang keimanan yang benar sejak dini. Memori pada masa kanak-kanak tercetak kuat dalam ingatan kita, bahkan beberapa ingatan sangat kuat, terbawa hingga ke dalam kuburan kita. Sebab otak pada masa kanak-kanak, diibaratkan bagai super sponge dengan daya serap tinggi. Sangat disayangkan jika di masa keemasan itu, anak-anak malah dibiarkan kosong pikirannya dan hanya diisi dengan beragam permainan kosong tak bermakna.

Yunan memimpin syahadat masal. Para peserta yang menyatakan diri ingin menjadi mualaf, mengikuti dua kalimat syahadat yang diucapkan Yunan, dan mereka mengulanginya. Banjir air mata, selalu tak terelakkan di momen ini. Namun sebenarnya, setelah menjadi mualaf, umumnya mereka akan menghadapi berbagai cobaan yang berat. Cobaan penolakan dari keluarga, pasangan, teman dan lain-lain.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang