337 - Surat

244 83 17
                                    

.

.

Jika itu demi kepentingan agamamu, kalahkan egomu.

.

.

***

Kamu pernah bertanya padaku tentang kejadian di lift Hotel Sultan. Insiden pemukulan yang kulakukan pada Kak Yunan. Waktu kamu bertanya di rumah sakit, aku hanya menjawab bahwa alasan pemukulan itu, terkait dengan bekas luka di bibirmu. Tapi sebenarnya, yang terjadi lebih dari sekadar itu.

Awalnya di luar lift, aku sengaja menyindir Kak Yunan, dengan mengatakan bahwa dia pasti senang sekali karena sehari sebelumnya terjebak di lift bersamamu. Kak Yunan tidak menanggapi sindiranku. Dia hanya berkata bahwa dia memang sebenarnya ingin bicara denganku, tapi waktunya sedang tidak tepat.

Kami berdua masuk ke dalam lift. Aku masih tidak puas dengan sindiranku padanya. Lalu aku langsung menuduh Kak Yunan, memaksanya mengaku bahwa dia masih cinta padamu. Setelah kupikir sekarang, kurasa waktu itu aku telah termakan bisikan setan, untuk mencari keributan dengannya. Kak Yunan yang paham kalau aku hanya perlu pelampiasan amarah, sengaja tersenyum dan menjawab sinis. Aku spontan memukulnya hingga keluar darah dari bibirnya, dan Kak Yunan terjatuh ke lantai lift. Sesuatu yang kemudian sangat kusesali. Kak Yunan bilang, dia rela jadi pelampiasan amarahku, asal aku tidak menyakitimu. Aku yang kesal karena merasa rumah tangga kita dicampuri oleh Kak Yunan, berkata dengan lantang bahwa aku akan memutus komunikasi antara Kak Yunan denganmu. Kubilang, aku suamimu, jadi punya hak melakukan itu. Kak Yunan terlihat syok. Dia meneteskan air mata, tapi tak sanggup bicara.

Dengan menahan sisa amarah di dada, kusuruh dia membenahi hatinya, agar berhenti mencintai wanita yang sudah bersuami, padahal dia sendiri sudah beristri. Nyaris aku keluar dari lift, saat penunjuk lantai memperlihatkan bahwa lift telah mencapai lantai dasar. Namun tiba-tiba Kak Yunan menarikku kembali ke dalam lift dan menekan tombol naik. Ia sengaja melakukan itu agar kami punya waktu lebih untuk bicara.

Aku terkejut saat tiba-tiba Kak Yunan berlutut di depanku, memohon agar aku tidak menyakitimu lagi. Dia rela aku memutus komunikasi kalian, tapi dia memohon padaku agar aku tidak menyakitimu lagi. Aku masih ingat persis kata-katanya saat itu, menghujam hatiku. Dia mengatakannya dengan berlinangan air mata.


"Kalau kamu menyakitinya, kamu menyakiti aku. Aku dulu yang memandikan dia, menyisiri rambutnya, menyuapi dia. Aku mohon, jangan lukai dia. Sedikitpun jangan!"

"Raesha Akhtar adalah segala-galanya bagiku. Aku mencintai dia, dengan cara yang tidak bisa kamu bayangkan. Jadi aku mohon, bersikap lembutlah padanya. Aku tidak sanggup melihatnya dilukai!"


Tak terasa air mataku menetes. Aku mestinya marah, karena merasa urusan rumah tanggaku telah dicampuri terlalu jauh, tapi saat itu aku tidak sanggup marah. Kata-kata Kak Yunan terdengar seolah dia adalah ayahmu, sekaligus ibumu, dan bahkan pada tingkatan tertentu, seolah lebih dari itu. Aku merasakan ketulusan dari permintaannya yang terdengar memelas.


Raesha menutup mulutnya rapat. Air matanya membanjir. Pundaknya bergetar hebat. Ia tahu Kak Yunan perhatian padanya, meski Kak Yunan sudah menikah dengan Kak Arisa sekalipun. Tapi ia tidak tahu kalau Kak Yunan masih --

Tidak apa-apakah ini? Kenapa? Kenapa hubungan mereka harus serumit ini? Ini semua karena Kak Yunan dibiarkan mengasuh Raesha selama belasan tahun lamanya? Bagaimana kalau Kak Arisa sampai tahu? Bukankah kenyataan ini akan menyakiti hati Kak Arisa? Sungguh Raesha berharap Kak Arisa tidak tahu. Semoga wanita baik itu tidak pernah tahu tentang ini.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang