BAB 13. CARI APA?

81 4 0
                                    

Sesaat sebelumnya ...

'Ya Tuhan apakah ini adalah ujian kesabaran untukku karena selama ini aku selalu berdoa untuk dimasukkan menjadi bagian dari golongan orang-orang yang bersabar?'

Rasa-rasanya ingin sekali Aida menimpuk orang yang baru saja melaju pergi saat bibirnya sudah selesai menumpahkan racun seperti tadi.

"Aish."

Sambil menggerutu di dalam hatinya Aida yang sudah tahu kalau pria itu naik ke lantai atas dia pun segera mungkin kembali ke dapur.

"Bagus. Buat jangan lama-lama. Dan setelah selesai bersihkan dapurnya juga seperti semula."

Aida mengulangi sama persis dengan apa yang dikatakan oleh Reiko saat menyuruhnya untuk membuat nasi goreng sambil dia mencebik. Aida bicara dengan suara lirih yang hanya bisa terdengar oleh telinganya saja.

"Baik tuan besar aku akan membuat dapurmu ini menjadi kinclong," gerutu Aida sambil tangannya mengambil tisu khusus untuk lap dapur dan hanya melirik piring makannya sambil geleng-geleng kepala mengarahkan langkah kakinya menuju ke dekat kompor.

"Gara-gara dia nafsu makanku jadi hilang. "

Aida tak peduli dengan piring berisi nasi gorengnya yang mungkin sekarang sudah tak hangat seperti tadi.

Dia lebih memilih untuk mencuci piring lebih dulu dengan tangannya yang memegang penggorengan.

"Karena setahuku acara itu menampilkan orang-orang yang bisa memasak profesional bukan memasak makanan yang tidak bergizi seperti ini."

Aida mengulangi kata-kata Reiko sambil memutar bola matanya. Tangannya masih menyabuni dan menggosok lembut penggorengan.

"Nah mungkin sekarang kau bisa melihat betapa profesionalnya aku mencuci barang-barang ini semuanya. Meski mungkin aku tak bisa memasak profesional."

Aida cukup resik orangnya. Bisa dilihat dari penggorengan stainless itu pun yang kini kembali menjadi bersih.

Dia juga termasuk orang yang cukup bertanggung jawab dan dia ingat apa yang dikatakan Reiko, karena itu meskipun sambil ngedumel, tangannya juga sudah membuang lap berbentuk tissue untuk membersihkan pinggiran kompor yang tadi digunakannya dan semua perlengkapan itu kini sudah kembali ke tempatnya dalam kondisi kering setelah dilap. Dapur juga sudah bersih seperti sedia kala saat dirinya belum memasak.

"Semua saran dan perintahmu sudah selesai aku lakukan. Puas kau?"

Disitulah Aida yang masih dikuasai emosi melirik ke piring makannya

krukuuuuuuk.

"Laper juga ya. Apalagi habis cuci piring, penggorengan, sama panci magicom."

Iya nasi yang dimasak oleh Aida semuanya sudah bersih habis karena nasi dua gelas itu digunakan untuk memasak tiga piring nasi goreng, jadi dia juga membersihkan panci magiccom.

Makanya Aida tidak mungkin punya makanan lain selain piring nasi goreng itu. Sisa beras juga sudah tidak ada.

"Daripada kelaparan, makan ajalah."

Akhirnya tanpa berpikir panjang, Aida pun mengambil piringnya dan duduk di kursi dekat island table. Aida lebih memilih duduk di sana ketimbang ke meja makan.

'Ternyata dia memakan nasi goreng itu juga?'

Di sinilah seseorang sedang turun dari tangga dan mengintipnya lagi tanpa disadari oleh Aida memang sedang fokus sekali makan.

'Itu nasi goreng yang tadi aku coba bukan sih? Tapi sepertinya dia tidak punya nasi lagi karena aku lihat jelas-jelas kalau tadi dia mengeruk semua nasi dari dalam magic com.'

Reiko kan duduk menatap ke arah dapur sehingga matanya tentu saja mengamati jelas semua yang dilakukan oleh Aida saat mempersiapkan makanan untuk dirinya dan Brigita.

Entah apa yang ada dalam benaknya tapi kini dia senyum-senyum sendiri. Pria itu tidak melangkah ke manapun dan belum mendekat pada Aida sampai akhirnya.

"Alhamdulillah, ternyata kalau lagi lapar makan apapun emang enak ya."

Hatinya senang. Setidaknya suap demi suap yang masuk ke dalam mulutnya itu bisa membuat rasa laparnya berkurang.

'Iya aku ingat dia belum makan apapun dari tadi pagi. Dan aku tidak menawarkan apapun padanya. Pantas saja dia makan seperti orang kelaparan begitu.'

Geli hati Reiko saat pikirannya menduga seperti ini. Tapi memang memperhatikan Aida makan itu adalah sesuatu yang menarik untuknya. Dan membuatnya bersabar, menunggu Aida menyelesaikan makannya.

'Mau sehat ataupun tidak sehat juga bukan masalah. Lagian aku tidak mungkin membiarkan diriku mati kelaparan karena tidak ada makanan lagi. Dan kalaupun aku tidak sehat dan mati itu pun juga tidak masalah yang penting adik-adikku semuanya jadi orang hebat. Dan mereka bisa jaga Ibu,' gumam Aida sambil dia menelan nasi goreng yang sudah dikunyahnya dan kembali tangannya bergerak memasukkan satu suapan baru ke dalam mulutnya.

'Okelah sekarang dia sudah selesai makan. Mungkin aku bisa berjalan mendekat?'

Sampai suapan terakhir. Tidak ada lagi nasi goreng yang tersisa di piring Aida, Reiko baru melangkahkan kakinya.

Tentu saja di awal tanpa disadari Aida.

Hingga:

"Ada apa ya Pak?"

kaget Aida melihat seseorang yang ada di dekat dapur memperhatikannya.

Karena posisi Aida tadi lagi-lagi tak mengarah padanya, dia tidak melihat pria itu.

"Tidak apa-apa. Aku hanya mau menaruh piring ini," jawab Reiko kemudian.

"Taruh aja Pak. Nanti biar saya yang cuci piringnya," timpal Aida yang sudah malas menatap wajah orang yang ada di hadapannya dan dia memang buru-buru juga mau cuci piring lalu mengambil minum untuk cadangan di kamar dan tidur.

"Hmmm, memang aku mau taruh piring ini aja. Siapa bilang aku mau cuci piring?" Tapi rasanya kantuk Aida hilang gara-gara komentar ini.

'Bahkan dia tidak mau berterima kasih untuk makanan yang sudah aku masakan? Padahal aku yakin sekali mereka menghabiskannya. Cih, tak punya manner. Tak tahu diri juga, padahal nasi gorengku itu adalah penyelamat mereka malam ini. Aku yakin, sehabis olahraga di tempat tidur mereka kecapean dan kelaparan sampai nasi gorengku yang katanya tidak bergizi itu bersih.'

Aida yang kesal makanya dia mengomel seperti itu di lubuk sanubarinya saat matanya tadi sempat melirik piring yang dibawa oleh Reiko ke tempat cucian piring.

'Kalau bukan karena aku tidak mau menerima tamparan lagi darinya tentu saja aku benar-benar akan menyindirnya habis-habisan,' pikir Aida yang memang masih merasa sakit juga di pipi kirinya.

"Mana sendoknya? Atau kamu sudah cuci dengan perlengkapan yang lain?"

Aida sempat bingung dengan pertanyaan Reiko barusan yang tiba-tiba, mengganggu obrolan dengan dirinya sendiri.

"Bapak nyari sendok apa? Ada semua di tempat sendok dan saya tidak mencuci sendok apapun."

Polos Aida bicara macam itu. Tanpa mau mendekat juga pada Reiko. Dia masih berdiri di dekat island table, dengan piring juga ada di tangannya.

Dan ini membuat Reiko justru makin merasa menarik makanya dia senyum-senyum sambil melipat kedua tangannya bersandar di pinggiran wastafel, mengamati sesuatu di tangan Aida.

'Apa yang dia lihat?' namun wanita itu memang tidak mengerti apa yang dimaksud Reiko, sehingga Aida juga tidak mengatakan apapun masih menunggu.

"Mungkin sebaiknya Anda bicara Pak. Karena saya tidak tahu apa yang ada dalam benak Anda."

Sampai akhirnya Aida kesal melihat Reiko yang masih diam saja. Makanya dia menyeletuk tak sabaran, memaksa Reiko akhirnya bicara:

"Jadi kamu sengaja makan dari bekas sendok yang sudah aku gunakan?"

(Bersambung)

Baca cepat: karyakarsa @richirich

Bidadari (Bab 1-200)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें