Bab 162. ALARM

27 4 1
                                    

"Oh, bukan Pak Raditya, ini bukan janji," ucap Reiko cepat.

Dirinya jadi serba salah dan memang ada sesuatu yang penting dari alarm yang dibuatnya itu yang tak bisa dijelaskan untuk menghemat waktu.

"Pak Sandi," Reiko segera mengalihkan pandangannya pada Sandi.

"Mohon maaf, Saya pergi ke depan sebentar bisa? Ada sesuatu yang harus Saya ambil di dalam mobil."

Reiko tak biasanya melupakan sesuatu, tapi hari ini berbeda.

"Oh, silakan Pak."

Tentu saja Sandi tidak mempermasalahkan soal ini. Dia juga sudah mengangguk di saat Reiko sudah pergi. Namun kini Radit malah tersenyum menyindir.

"Apa ada yang perlu dia hubungi kah sampai harus pasang alarm dan beralasan mengambil barang?"

"Raditya, kau terlalu sarkas! Apa kau tidak bisa berpikir sedikit positif pada rekanmu, kah?" Nada, yang melihat Radit bicara begini sungguh dia tidak enak pada Aida.

"Hah, pasang alarm untuk ambil barang itu tidak masuk akal Denada! Pasang alarm untuk menghubungi seseorang atau melakukan sesuatu yang penting di waktu yang ditentukan itulah yang paling masuk akal!"

Saat bicara begini, Radit yang memang berdiri tidak terlalu jauh dari posisi Aida, sehingga ekor matanya mengarah pada Aida sambil dia bertanya.

"Apa sepupumu itu punya waktu khusus untuk menelepon kekasihnya?"

"Raditya!"

Nada tak suka dengan cara Radit bicara pada Aida makanya dia langsung memprotes di saat Aida belum sempat bicara apapun.

"Ish, aku hanya bertanya, kenapa kau ini? Kan itu cuma sekedar joke!" seru Radit yang memang membuat Aida juga merasa terganggu.

Benar kata istrinya kalau pria ini memang menakutkan dan dia sangat curigaan. Apa aku ketahuan ya kalau aku sudah berbohong tadi?

Aida memang tidak menjawab prasangka Radit tadi benar atau salah tapi hatinya ketar-ketir. Untung saja dia tak jantungan.

Apa jadinya kalau dia ditinggalkan dalam ruangan itu tanpa Reiko nanti? Apa dia bisa menjawab semua pertanyaannya nanti? Apa mungkin dia justru akan membuat masalah baru untuk Reiko?

Tuhan, tolong aku ..., seru hati kecil Aida yang merasa ngeri sekarang.

Tapi sebenarnya apa yang ingin diambil oleh Reiko di dalam mobil? Atau benarkah dugaan Radit kalau Reiko sedang menghubungi seseorang?

Tapi yang dia katakan masuk akal. Tidak mungkin memasang alarm untuk mengambil barang. Pasti itu berhubungan dengan waktu yang sudah dijadwalkan. Aida tahu, Radit menggunakan logikanya. Makanya dia jadi insecure sendiri sambil menunggu seseorang.

"Silakan diminum dulu!"

Hingga seorang wanita paruh baya datang dan menyiapkan minum, baru mengembalikan pikiran Aida ke tempat di mana dia duduk.

"Terima kasih ya, Bu!"

Aida menjawab di saat wanita itu mengangguk dengan senyum tipis dan rasa di hatinya yang tak enak.

Mukanya kok ngingetin aku sama Waluyo ya? bisik hatinya yang memang juga tidak tenang saat melihat Aida tadi dari kejauhan.

Apa dia anaknya Waluyo?

Tapi tentu saja wanita itu tidak berani bertanya apapun dan memilih kembali ke dapur disaat yang bersamaan.

TINGTONG!

"Permisi sebentar Tuan Raditya, saya lupa memberitahukan PIN Villa ini pada Pak Reiko."

Untuk masuk ke dalam villa itu memang pakai PIN pintunya! Dan tadi Reiko sepertinya menutup pintu itu makanya dia sekarang tak bisa masuk sebelum orang yang di dalam membukakannya.

Bidadari (Bab 1-200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang