Bab 59. DUA JAM BELUM KEMBALI

60 2 1
                                    

Syukurlah sekarang Bee sudah tak lagi kesal denganku.

Pikiran Reiko yang sudah tidak lagi fokus ke mana dia harus mencari modal dan bagaimana menenangkan hati Brigita membuat dirinya merasa benar-benar lega.

Hahah, aku yakin, kemarahan istri bisa membuat suami gila. Jangan-jangan, orang korupsi itu juga karena tuntutan di rumahnya yang besar kan? Aku rasa ini bisa jadi, bisik Reiko ketika dia melewati salah satu gedung pemerntahan sambil memikirkan tentang kemarahan Brigita tadi malam.

Tapi Bee bukan wanita seperti itu. Dia menuntut karena aku pula yang sudah berjanji, kan? Dia gadis yang manis dan pengertian. Buktinya dia mau membangun usaha kami merintis dari nol.

Bahkan dalam kondisi macet seperti ini yang tidak disukai oleh Reiko, dia masih bisa tersenyum.

Kondisi moodnya memang sedang sangat baik. Apalagi tadi Brigita juga meminta maaf, kan padanya? dia mau mendengarkan dan tak banyak menuntut ketika Reiko memberitahukan aturan investasi yang akan di buat Reyhan.

'Kakek saja yang tak mengenalnya. Aku yakin, kakek akan menyayanginya saat sudah mengenalnya dekat '

Reiko sangat yakin dengan tebakannya ini. Dan pikirannya membuat dirinya begitu bahagia, tak sabar pula menunggu momen bahagia itu terwujud.

Tapi berapa lama dia bisa setenang ini tanpa stress?

"Reiko kita ada rapat segera dengan petugas pajak. Kamu kemana aja tadi? Laporan pajak, apa sudah kamu cek ulang? Kita juga mesti berusaha meminta amnesti pajak. Ini untuk mengurangi pengeluaran yang tak penting itu."

"Aku yakin Papa pasti tahu kan kalau aku ketemu sama Brigita?"

Sampai di kantor baru juga dia mau masuk ke dalam ruangannya sekretarisnya sudah memberi info kalau dirinya harus ke ruangan Endra Adiwijaya.

Di sanalah Reiko sudah disemprot oleh papanya, melihat jumlah yang harus dibayarkan, itu terlalu tinggi menurutnya.

"Tapi kan kamu tahu kita masih ada kerjaan. Dan ini, bayar pajak kok sampai 1,8 triliun. Kamu gila, heeeh?"

"Maaf Papa tadi urgent. Tapi memang segitu kewajiban kita pada negara."

"Kurangi. Buat jadi 180 miliar maksimum, syukur bisa kurang dari 100 miliar."

Endra tak rela dengan itungan yang sudah disepakati Reiko dengan semua akuntan dan direktur keuangan. Ini hitungan yang benar.

"Iming-imingi pembagian THR pada karyawan, buat dana operasional untuk perbaikan kantor, buat biaya pendanaan untuk maintenance pabrik, pembelian alat transportasi baru, masih banyak yang bisa kamu karang, kan?" Endra menekan.

"Aku mau kau perbaiki ini sebelum pejabat pajak datang."

"Heeh, Papa, penggelapan dana pajak ini bisa jadi masalah pada perusahaan kita."

Reiko memang tak mau mempermainkan ini. Biasanya memang Endra sendiri sih yang mengurus soal pajak. Baru tahun ini Reiko dilibatkan. Makanya dia tidak mengerti kenapa papanya bersikeras untuk membuat jumlah pajak kewajiban mereka itu harus ditekan.

"Ikuti yang aku inginkan, perbaiki semuanya."

"Fuuh." Reiko jadi pening. "Papa, aku padahal sedang bahagia, malah mesti ngerjain yang ga penting dan bikin bad mood lagi," protes Reiko yang sebenarnya juga malas melakukan keinginan papanya itu.

"Brigita memberimu sesuatu?"

"Bukan," inginnya sih Reiko cerita sekarang

Tapi

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now