Bab 107. MENGARANG INDAH

34 6 3
                                    

Hah, kenapa aku jadi mikirin? Biarin aja sih. Hahaha, moga deh dia bahagia ama ratu lebahnya. Seneng kan punya temen zina bisa segala macam.

Tak tahulah kenapa. Tapi memikirkan ini Aida jadi kurang enak moodnya.

"Ehem."

Tapi kakek kayaknya merasa sedih sekali karena cucunya melakukan sama seperti yang dia lakukan. Ah, apa dia khawatir kalau aku akan membuat anaknya menjadi budak? karena itu semua kan pekerjaan wanita?

Aida jadi tidak enak hati.

Karena itulah,

"Maaf Kakek. Aku nggak ada niat sama sekali buat nyuruh mas Reiko buat ngerjain pekerjaan rumah dan leyeh-leyeh ndak peduli sama kerjaan rumah," makanya Aida berinisiatif untuk bicara.

"Aku janji ini terakhir kalinya mas Reiko ngelakuin semua itu. Lain kali aku nggak akan nyuruh mas Reiko buat ngelakuin hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang istri bukan suaminya. Ndak perlu khawatir. Maafkan aku."

"Oh ndak. Sama sekali Kakek ndak memikirkan itu." Adiwijaya jadi tidak enak karena Aida berpikir sesuatu yang lain dari apa yang ada dalam benaknya.

"Kakek sebenernya senang karena dia memperhatikanmu dan baik padamu. Hanya saja kakek merasa bersalah karena dia melakukan semua ini hanya untuk menjadi sama seperti kakek bukan karena kesadarannya. Padahal kita berlaku pada orang yang kita cintai itu harus karena rasa welas asih, bukannya mengikuti orang lain."

Adiwijaya tahu sekali kalau cucunya itu memang sangat dekat dengan istrinya.

Dan banyak wejangan neneknya saat Reiko kecil yang masih terpatri di dalam benaknya ini dikhawatirkan oleh Adiwijaya terlalu melebih-lebihkan dirinya. Reiko tak bertindak dari hati.

"Aku melakukan memang karena aku ingin melakukannya kakek jadi jangan merasa bersalah. Tidak sama sekali aku melakukan ini karena hanya ingin mirip sepertimu kok."

Ini juga yang membuat Aida sekarang paham kenapa pria itu seperti multitalent.

Dia ini sebenarnya orangnya cukup baik. Apa aku saja menilainya terlalu berlebihan buruknya? Ya dia wajar membenciku karena dia tidak mencintaiku dan aku menjadi duri untuknya dan kekasihnya. Tapi dari sikapnya walaupun dia tidak mencintaiku, dia masih bertanggung jawab dan dia masih mau mengurusku walaupun aku risih sebetulnya, duh, bisik di relung hati Aida yang sejujurnya saat mendengar ini dirinya pun merasa tak enak pada Reiko.

Tapi kadang memang kita tidak pernah tahu sisi lain dari seseorang.

Satu sisi mereka terlihat sangat buruk dan menjengkelkan. Tapi namanya manusia memang tidak selamanya buruk dan tidak selamanya baik, bukan?

"Baguslah kalau yang kamu katakan ini benar." Adiwijaya menimpali. "Kamu jadi bisa membantu istrimu yang sedang sakit begini. Tapi lain kali kamu harus berhati-hati. Lihat luka yang kamu buat di tangan dan kakinya. Kalau aku tak percaya padanya, aku yakin kamu melakukan KDRT, Le."

"Ahahahah, Kakek ini lucu sekali. Tidak mungkinlah mas Reiko melakukan KDRT padaku." Aida langsung memotong.

"Bahkan mas Reiko sangat lembut sekali sikapnya. Dia itu jangankan memukul, berkata kasar sedikit saja dia tak pernah melakukannya kok," ujar Aida yang sempat dilirik Reiko.

Entah apa yang ada dalam benak pria itu tapi sedetik kemudian dia sudah kembali fokus pada masakannya.

"Nah pastinya dia ndak akan berani marah padamu. Apalagi istrinya secantik dirimu, melihatmu sedih saja dia pasti tak tega. Aku bisa rasakan itu dari caranya menggendongmu tadi kok."

Cih. Cih. Tidak berani marah padaku? Teriakannya sampai memekakkan telingaku. Pukulannya pun masih bisa aku rasakan sakitnya sampai saat ini dalam hatiku. Belum lagi tatapannya yang seperti melihat aku ini musuh terbesarnya, hahaha. Dia tidak bisa marah padaku bagaimana ceritanya? Heish, andaikan dia tidak punya kakek sebaik Romo Adiwijaya dan dia tidak punya uang untuk mengcover biaya sekolah adik-adikku maka aku pun sudah pergi dari rumah ini sejak satu setengah bulan yang lalu. Aida berbisik begitu sambil dia mengangguk dan tersenyum di hadapan Adiwijaya.

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now