Bab 185. JANGAN TIGA HARI SEKALI

27 3 1
                                    

Aida: Tenang aja Kakek, Pakde Waluyo memang ndak cerita ke Ibu, hihi. Aku tahu, pasti Pakde-ku tahu kan aku sendiri di Jakarta?

Aida mencoba untuk tak pakai perasaan dan menutupi kegalauan hatinya.

Adiwijaya: Lah iya, dia sepemikiran sama Reiko. Aku tahu Pakdemu memang ndak pernah ingkar janji. Lagi pula dia yang minta Ibumu juga ndak dikasih tau. Tapi Kakek merasa bersalah sama kamu nduk.

Aida: Lah, kenapa toh kek?

Adiwijaya: Haah, Kakek minta maaf padamu yo! Kakek juga ndak tahu pas suamimu itu pergi ke Abu Dhabi. Dia pergi diam-diam untuk menyenangi ke hati Kakek dan menghibur Kakek karena kebakaran itu. Padahal kalau Kakek tahu, Kakek akan melarang suamimu pergi. Masa kamu lagi sakit dan pabrik juga kan mesti di bangun ulang.

Adiwijaya kembali bicara membuat Aida juga berusaha mengerti perasaan Pria paruh baya itu dan mencoba menenangkan hatinya.

Aida: Ya ndak apa-apa toh Kek. Mungkin makin cepat go internasional, lebih baik? Aku juga ndak keberatan kok. Lagi pula ada perawat di sini yang menjagaku.

Adiwijaya: Hmm, tapi kan beda kalau suamimu yang di sana.

Aida: Hihi, tapi aku seneng kalau mas Reiko berhasil mengembangkan bisnisnya jadi semakin besar. Aku sangat mendukung dan gak masalah aku sendirian di sini. Lagian Mas Reiko juga masih menghubungiku kok setiap harinya.

Aida mencibir sendiri bibirnya mendengar kebohongannya selepas bicara.

Adiwijaya: Terima kasih ya nduk untuk pengertianmu.

Aida: Heish, sudah ndak perlu bahas ini Kek, Bejo apa kabarnya?

Sisa pembicaraannya Aida hanya membahas masalah-masalah sepele dan mengobrol ringan saja dengan Adiwijaya.

Dia menghindari pembicaraan yang berat. Setiap kali Aida menelepon, dia selalu melakukan sesuai dengan yang disarankan oleh Ratna untuk tidak membuat obrolan yang mengganggu kesehatan Adiwijaya.

Aida: Ya sudah aku tutup dulu teleponnya ya Kek. Maaf kalau aku jadi ganggu Kakek.

Adiwijaya: Oh ya ndak toh! Kamu cuma telpun Kakek tiga hari sekali. Kalau ditelpun setiap hari pun Kakek ndak masalah, malah lebih seneng.

Aida: Hihi, ya sudah Kek kalau aku ndak ganggu nanti aku telepon Kakek setiap hari mulai hari ini!

Aida, sejak diperintahkan oleh ibunya untuk menjaga hubungan dengan keluarga Reiko, dirinya memang rutin sekali menghubungi Adiwijaya. Sekedar menjaga silaturahmi dan menyenangkan hatinya. Aida tak sama sekali berniat lain padanya.

Makanya dia tidak keberatan untuk permintaan Adiwijaya itu walaupun setelah Aida menutup telepon selalu saja tangannya bergerak untuk menghapus bening di sudut matanya.

Sudah dua bulan berlalu. dua bulan sejak dia pergi, ke Abu Dhabi, harusnya aku merasa senang karena dia sudah tidak lagi menggangguku dan aku juga sudah lost contact dengannya, Aida berbisik ketika matanya melihat layar handphonenya yang sudah tak memantulkan cahaya lagi.

Ini juga sudah sebulan berlalu Aida selalu menelepon Kakeknya Reiko per tiga hari.

Harusnya aku senang, tapi kenapa aku masih tetap menunggunya? ini yang Aida tidak mengerti.

Bukankah waktu dua bulan tidak bertemu seharusnya dia bisa tidak terus-terusan memikirkan Pria itu?

Tapi kenapa sekarang dirinya masih terus aja mengarahkan pikirannya ke bayangan seseorang yang tak pernah bisa dilupakannya?

Apa mungkin karena rasa bersalahku, sebab aku bicara dengannya terakhir kali sangat menyiksaku?

Sambil menundukkan kepalanya dan memutar-mutar handphonenya sendiri Aida mencoba merenung.

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now