Bab 180. STRICT TO THE PLAN

32 3 1
                                    

"Oh, enggak Kek, di sana ada perawat. Aku mau minta perawat untuk mengurusnya dulu."

"Halah, kesian bojomu Le. Wes, Kakek di sini ndak apa-apa ada Lesmana. Kamu pulang sana."

flashback off

Ssssh, tapi aku memang benar-benar kelewatan mungkin, pergi tak memberitahukannya dulu, makanya dia marah padaku. Heish.

Reiko yang masih di kamar mandi kini membuka matanya sambil berpikir begini.

Reiko memang benar-benar lupa. Bahkan ketika Kakeknya mengingatkan pun dia sudah buru-buru pergi untuk kembali ke Jakarta kala itu.

Perasaan dan hatiku juga tidak enak melihat dirinya harus terpaksa berjalan keluar dari kamar. Tapi aku tidak tahu aku harus bagaimana lagi? Aku ingin menghubunginya di telepon juga aku sulit. Apalagi aku di dalam pesawat bersama dengan Deni.

Yah, tak mudah memang kondisi Reiko saat kembali ke Jakarta juga. Orang suruhan Papanya tetap bersama dengan dirinya.

Kalaupun dia menelepon, ini pasti akan tidak nyaman.

Dia juga tidak mau kalau sampai Aida kena masalah lagi dengan orang tuanya.

Dan selama mandi inilah yang dipikirkan terus oleh Reiko.

Aku yakin sekali dia pasti kesal padaku, makanya dia bicara seperti itu kan? pikir Reiko saat dirinya sudah memakai salin pakaiannya.

Masih ada keinginan dalam hatinya untuk menjelaskan semua kepada Aida tentang kepergiannya itu.

Tapi ....

Bahkan pas diriku datang, dia tidak peduli sama sekali dengan luka yang ada di wajahku. Namun Reiko mengurungkan niatnya itu saat dirinya menatap ke arah cermin.

Luka di tulang pipinya itu harusnya terlihat jelas. Itu agak memar, tapi Aida tidak sama sekali menyinggung masalah ini dan dia terus saja bicara kala itu.

"SEMUANYA HANYA BERDASARKAN PERJANJIAN, INGET PAK. HUBUNGAN KITA NDAK LEBIH DARI PEMBANTU DAN MAJIKAN, KONTRAK KERJASAMA BISNIS. SEMUA SUDAH DI ATUR DI ATAS KERTAS DAN ITU TIDAK LEBIH DAN BAHKAN TUHAN PUN TAHU KALAU KITA SEMUA HANYA PURA-PURA. JADI SELOW AJA, SAYA BUKAN ISTRI BAPAK."

Hah, dan hatinya memanas mendengar kata-kata terakhir dari Aida, juga ketika tadi di dapur mereka bicara.

Tangan Reiko mengepal saat matanya juga masih menetap ke arah cermin.

Hanya berdasarkan perjanjian. Ya kau benar. Aku sepertinya terlalu banyak memikirkanmu berlebihan dan menjadikanmu sebagai tanggung jawab kepada semuanya sudah diurus oleh perjanjian.

Reiko menghempaskan nafas kesal saat pikirannya berbisik macam itu dia pun berjalan ke dalam kamarnya lagi.

"Hai. Aku baru ambil makanannya."

Dengan Brigita yang juga membawa kantong makanan.

Dia sepertinya turun ke bawah untuk mengambil sendiri barang belanjaannya itu.

"Makanlah dulu. Aku masih ada yang harus aku kerjakan di ruang kerjaku."

"Heeeh, kamu gak mau makan sayang? Tapi aku udah beli dua loh. Dan ini nggak papa kalau kita makan di kamar nggak akan bau kok," ucap Brigita, Yang sepertinya tidak membeli seafood.

"Makanlah dulu, Bee." Reiko tersenyum sambil menepuk-nepuk kepala Brigita.

"Aku harus menyelesaikan beberapa urusanku. Kamu tahu kan tentang kebakaran yang aku ceritakan itu?"

Brigita tentu tahu. Bahkan seluruh Indonesia yang menonton televisi mungkin saja tahu.

Hanya saja Aida memang tidak menyetel televisi. Dia tidak tahu berita ini dan apa yang terjadi pada Reiko.

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now