Bab 15. BYAKTA1991

73 6 0
                                    

"Saya paham pak."

Keduanya tidak saling bertatapan saat membahas masalah ini. Masing-masing lebih memilih untuk memandang ke arah monitor tanpa mau mengecek bagaimana kondisi psikologis lawan bicaranya setelah pembicaraan ini.

"Bagus. Dan pastikan kondisi ruangan di apartemenku selalu bersih seperti yang tadi aku sudah jelaskan di awal kamu memasuki tempat tinggalku ini."

Reiko justru malah mengingatkan Aida mengenai pekerjaan yang harus dia lakukan setiap harinya.

"Iya, iya, udah paham kok, Pak."

Tak mau memperpanjang lagi, Aida yang sudah mengerti dia pun menggerakkan tangannya di layar monitor.

Sangat serius. Seperti ada sesuatu yang sedang dia cari dengan matanya terfokus di sana. Tapi keseriusan ini malah membuat Reiko jadi semakin tak sabaran

"Kenapa tidak pilih satupun? Kenapa hanya scrolling aja?"

Jelas saja apa yang dilakukan Aida ini membuat gusar Reiko. Semenit sudah berlalu tapi wanita itu masih belum memilih apapun.

"Sebentar Pak. Saya lihat-lihat dulu. Masa saya langsung pilih mau beli apa aja ga pake dipikir dulu?" Aida memberikan jawaban tapi dia tidak menatap Reiko.

"Nanti kalau bahan makanannya tidak terpakai gimana? Kan ini juga harus dipikirkan. Dibikin planning mau masak apa, bukan langsung dibeli lalu dibayar dan nanti bagaimana kalau mubazir?"

Pikirannya cermat juga. Mungkin karena dia biasa tinggal di desa dan jumlah uang sangat terbatas untuk berobat, jadi mereka memang harus berhati-hati menggunakan uangnya?

Reiko jadi menilai sikap Aida yang tadi sempat diliriknya namun kini matanya sudah kembali memandang ke monitor

Atau mungkin karena dia memang suka nonton MasterChef yang selalu membuat planning sebelum memasak makanan? Reiko jadi ikutan berpikir sesuai dengan apa yang dikatakan Aida. Sungguh penggiringan opini yang cukup halus dilakukan oleh Aida tanpa disadari lawan bicaranya.

Tapi tiba-tiba saja Reiko tersadar dengan sesuatu yang penting.

Makanya...

"Ya, aku tidak bisa menunggu selama itu di sini." Reiko tak bisa lama-lama di dapur, karena ada banyak sekali yang harus dia kerjakan..

"Ya udah, siapa yang suruh Bapak menunggu di sini? Saya nanti pilih-pilih dulu sendiri dan nanti kan saya juga nunggu orang yang datang nganter kan? Terus Bapak ngapain di sini?"

"Lah. Memang yang mau kamu beli itu semuanya nggak dibayar?"

"Oh iya bener, hehe ...."

Sebuah jawaban sederhana dengan respon tawa kecil di bibir Aida berhasil membuat Reiko melihat sesuatu yang tak wajar dan tak pernah dia temui sebelumnya.

Dia masih bisa tersenyum dan tertawa padaku?

Ada sesuatu yang membuat Reiko bertanya seperti ini ketika tak sengaja Aida yang mengakui kebodohannya sendiri pun sempat meluapkan emosi yang menarik untuk Reiko. senyum-senyum semanis itu padahal Reiko juga baru saja meluapkan kata-kata yang seharusnya membuat Aida memukulnya.

Sungguh ini adalah sebuah keanehan yang sempat ditangkap oleh netra Reiko dan masih tak bisa menerka jalan pikiran wanita di sisinya.

Reiko tak pernah menunjukkan kebaikan hatinya pada Aida. Dan yang dilakukan hanyalah membuat wanita itu selalu tersudut sejak mereka tiba di rumah orang tuanya. Baik dengan kata-kata maupun perbuatannya tidak ada yang menunjukkan sikap friendly dari Reiko dan dia bahkan sempat menamparnya. Dari tadi juga dia tidak pernah memberikan kata-kata manis pada wanita itu. Tapi anehnya Aida tidak menunjukkan wajah dendam sama sekali. Dia bersikap sangat biasa.

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now