Bab 200. Kok Ada Kasur?

61 6 4
                                    

"Eeeh, kenapa bisa jadi kasur di sini sih Pak?"

Sofa yang tadi diduduki oleh Reiko, memang bisa jadi sofa bed dan dia hanya perlu mendorong meja menjauh sehingga sofa itu bisa terbuka dan seperti yang dilihat Aida sekarang. Reiko duduk bersandar di sana sambil melonjorkan kakinya.

"Sakit kakiku kalau harus digantung seperti tadi. Dan cepat masuklah! Suapin aku lagi! Aku ingin makan sambil nonton TV!"

Lagi, Aida baru menyadari sesuatu yang membuat dirinya menengok ke sumber yang tadi ditunjuk oleh Reiko.

"Jadi rak buku ini bisa di geser, terus rak buku ini ada TV di belakangnya Pak?"

"Hmmm!" Reiko menjawab singkat.

"Cepetan masuk sini dan suapin aku!"

Aida akhirnya melangkah juga masuk ke dalam, padahal tadi Dia sempat ragu, karena posisi Reiko sedang rileks.

"Duduk sini, suapin Aku dulu! Tapi Aku mau teh manisnya dulu sedikit."

"Sebentar Pak!" setelah menaruh nampannya, Aida pun memberikan gelas yang langsung diseruput oleh Reiko dengan antusias.

"Taruh di meja samping situ, dan kamu duduk sini suapi aku."

Benar-benar aku seperti punya bayi besar! Apa di sini, Aku digaji sebagai baby sitter kah?

"Apa yang lagi kamu pikirin?" tanya Reiko sebelum dia membuka mulutnya dan memasukkan makanan dari sendok Aida ke dalamnya.

"Saya dapat tambahan gaji sebagai baby sitter nggak Pak?" tanya yang membuat Reiko tersenyum dan melirik istrinya.

"Ini kewajibanmu karena kamu sudah terikat denganku!" seru Reiko yang tentu saja membuat Aida mencebik.

"Aku belum kasih kamu satu kewajibanku lagi. Dan itu hakmu memang, kamu mau minta itu? Nafkah batin?"

"Halah jangan bercanda lah Pak! Ndak mau aku! Nih makan aja cepat!" Aida sudah menyodorkan sendok keduanya

Tapi Reiko kini menggelengkan kepalanya pelan.

"Sesuap untukku dan sesuap Kamu. Terakhir Kamu makan itu kan tadi pagi?"

Benar apa yang dikatakan oleh Reiko dan Aida pun Tak perlu bertanya Pria itu tahu dari mana.

"Saya ndak laper, Pak! Bapak makan aja!"

"Kataku tadi, sesuap Aku dan sesuap Kamu! Mau ngeyel dan tidak menurutiku?"

"Ndak, nih Saya makan Pak! Daripada Bapak bikin Ibu Saya asma-nya kambuh! Bismillah!"

Satu suapan pun mendarat ke dalam mulutnya.

"Dan satu suapan ini Pak cepetan!"

"Kasih makan manusia kok udah kayak kasih makan ayam! Pelan-pelan lah! Makan itu dikunyah harus tiga puluh dua kali!"

"Alah!"

"Lah, kok alah?" protes Reiko.

"Pencernaan itu dimulai dari mulut kalau makanannya dikunyah selama itu, maka enzim-enzim yang ada di mulut itu bagus untuk ke pencernaan Kamu, akan mempermudah kerja lambung dan usus. Penyerapan dari makanan pun akan lebih mudah. Makanya makan gak boleh buru-buru."

"Kalau yang itu pun aku juga sudah tahu Pak! Tapi Bapak ingat ndak gimana Bapak dulu makan di dapur? Sandwich hanya empat kali suap dan itu kunyahannya ndak sampai tiga puluh dua kali kok! Aku masih ingat Bapak makan itu sambil berdiri pula! Padahal makan itu ndak boleh kalau sambil berdiri!" sindir Aida.

"Aduuuh, hidung saya Pak!" Aida protes karena bukannya menjawab Reiko malah mencubit hidiungnya.

"Yang itu kan aku lagi buru-buru. Aku lagi mengejar tenderku dan sekarang aku sudah selesaikan 30% tahapannya."

Bidadari (Bab 1-200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang