Bab 61. MENJIJIKAN

68 3 1
                                    

"Hey, jawab." Reiko tak sabar

"CCTV ku itu, kenapa kamu tempelkan itu di semua CCTV ku?"

Reiko menunjuk pada CCTV sambil geleng-geleng kepala di saat Aida masih senyum-senyum.

Dia sengaja bukan? Dia senang bukan membuat aku sulit begini? Heish, lihat balasanku. Aku akan mempersulit hidupnya.

"Bagaimana bisa kamu menempelkan itu semua di depan CCTV, hmm?" membuat hati Reiko berbisik emosi saat dia melontarkan ucapannya. Ini juga yang membuatnya melangkah, memutar masuk ke dalam dapur dan berdiri di samping Aida.

"Pakai tangga, pak." jawab Aida, tepat ketika Reiko hanya berjarak dua jengkal dari posisinya duduk.

"Iya aku tahu kamu naik ke sana pakai tangga, memangnya kamu supergirl sepupunya superman yang bisa terbang, heh?"

"Kalau udah tahu kenapa nanya Pak?"

Lagi-lagi jawaban yang membuat Reiko mengepalkan tangannya, gemas bercampur emosi.

"Kamu tuh ya --" Reiko tak tahu lagi ingin mengeluarkan apa dari bibirnya makanya dia memijat kepalanya karena memang benar-benar gemas dengan Aida.

Kalau tidak ingat aku pernah menamparnya dan itu membuat wajahnya memar hingga aku merasa sangat bersalah, mungkin saat ini aku sudah meninju wajahnya lagi.

Yah, Reiko menahan kesal di hatinya. Tapi apa Aida peduli?

"Sssh, sabar pak, banyak-banyak istighfar kalo lagi kesel. Astaghfirulloh, gitu pak. Jangan banyak marah Pak, nanti cepet tua."

Aida tak tahu apa yang ada di hati Reiko. Jadi dengan santainya Aida malah menyindirnya lagi, sambil gadis itu mengambil garpu di piringnya dan menyuap satu suapan pecel yang tadi dibuatnya.

"Mending nanti kalau udah tua mati masuk surga. Kalau dibakar di neraka gimana Pak? Makanan di sana nggak seenak bakwan ini lho Pak."

Lalu tanpa peduli mimik wajah Reiko, Aida juga mengigit bakwan goreng yang masih hangat, setelah sebelumnya mengguyur satu sendok bumbu kacang di atasnya.

Sial, aku marah dia enak-enakan makan? Mana mulutnya juga bicara sambil mengunyah. Cih, ga ada manner, kesal dalam hati Reiko melihat Aida yang mulutnya penuh itu kembali bicara.

"Oh iya saya lupa. Bapak masih setengah tua ya? Tahun ini bapak umurnya 32 tahun kan?"

Reiko masih menahan dirinya agar tak kebablasan, sedang Aida meliriknya dan menyempatkan kembali bicara. Padahal, bibirnya masih bergerak-gerak mengunyah.

"Tapi mati itu nggak tua nggak muda pak. Bayi aja bisa mati. Apalagi kalau umurnya setengah tua kayak gitu?" Aida melirik Reiko lagi. "Nggak takut apa umur udah kepala tiga, tiap hari bikin dosa? Belum tentu dikasih umur sampe 63 tahun kayak Rasul."

"Eh, eh, beraninya kamu ngomong ngelebar ke mana-mana. Didiemin malah makin ngelunjak ya." Reiko yang kesal tangannya beraksi menjauhkan piring bakwan saat Aida mau mengambil bakwan yang tadi sempat di taruhnya ketika menyuap pecel kedua kalinya.

Aida tak makan dengan tangan kirinya. Jadi gantian, dia pegang garpu dan bakwan.

"Jawab aku, kenapa melongo." Reiko yang kini tersenyum sambil tangannya mengambil satu bakwan yang membuat mata Aida membulat dan sebenarnya bukan melongok. Tapi dia menahan kesal karena piringnya diambil.

Belum lagi ...

Di sana ada lima bakwan, kenapa dia mengambil bakwan yang tadi sudah aku gigit? Ish. Piringnya dipegang lagi. Mana aku bisa makan? protes dalam hati Aida karena Reiko tangan kirinya memegang piringnya, tak lagi menaruhnya di meja.

Bidadari (Bab 1-200)Onde histórias criam vida. Descubra agora